Berita Golkar – Prabowo Subianto belum memutuskan siapa pendampingnya untuk berlaga di Pilpres 2024 mendatang. Padahal pendaftaran capres dan cawapres akan dibuka pada periode 19-26 oktober mendatang.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan Prabowo Subianto perlu segera memberi kepastian terkait sosok cawapresnya tersebut.
“Mengingat nama-namanya pun sudah semakin mengerucut pada Airlangga Hartarto dan Erick Thohir. Juga ada Khofifah yang belakangan ikut menyeruak muncul di antara dua nama yang selama ini sering dikaitkan dengan Prabowo,” kata Adi Prayitno, Selasa (10/10).
Adi khawatir jika Prabowo terus berlarut-larut tidak mengumumkan cawapres. Bisa jadi akan timbul gejolak di Koalisi Indonesia Maju. Dengan mengambil keputusan lebih cepat akan memudahkan Prabowo dan cawapres yang dipilihnya untuk melakukan pendekatan kepada para mitra Koalisi Indonesia Maju.
Menurut Adi, pertimbangan pertama sebaiknya harus diberikan oleh Prabowo terhadap Ketua Umum Partai GolkarAirlangga Hartarto. Pasalnya Partai Golkar memiliki jaringan dan akar rumput yang kuat dalam mendukung pemenangan Prabowo Subianto, ditambah dengan sosok Airlangga yang memiliki kapasitas kepemimpinan politik dan ekonomi.
“Menurut saya Pak Prabowo pertama-tama harus mempertimbangkan variabel politik dan kapasitas sosok Airlangga Hartarto. Bagi Airlangga dan Partai Golkar, bukan tidak mungkin mereka akan punya opsi politik lain jika pada akhirnya Prabowo tidak memilihnya,” katanya.
Apalagi belakangan PDIP mulai menemui tokoh-tokoh senior Partai Golkar seperti Luhut dan Jusuf Kalla, kata Adi, itu bisa jadi sinyal Golkar akan sangat mungkin pindah haluan. Bahkan PAN sekalipun menurutnya juga sangat berpotensi pindah haluan, tidak ada yang bisa memastikan mereka akan tetap bersama Prabowo.
“Lagi-lagi ini tergantung tawaran yang diberikan PDIP. Tawaran tertingginya bisa saja membuka ruang Ketua Umum Golkar Airlangga menjadi cawapres dari Ganjar, apalagi jika kekuatan PDIP dan Golkar menyatu mengingat keduanya adalah partai terkuat,” ujar Adi.
Adi melihat ada pengaruh besar jika Golkar keluar dari koalisi. Sebab, beringin adalah partai pemenang pemilu ke-3 di 2019 silam, sehingga tidak bisa dianggap remeh. “Ditambah lagi mesin politik dan pengalaman tempur Partai Golkar yang cukup luar biasa. Ya saya pikir Prabowo bisa belajar dari pengalaman hengkangnya Cak Imin dan PKB,” ungkap Adi.
Pengamat politik Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Husaini Dani menilai Airlangga punya kualifikasi cawapres yang dibutuhkan oleh Prabowo.
Dani menuturkan saat ini pemilih muda sangat rasional, tidak simbolik, menilai bukan hanya berdasarkan popularitas atau usia muda semata. Pemilih muda melihat kematangan dan kapasitas khususnya di bidang pemerintahan dan sosial ekonomi.
“Airlangga memenuhi variabel tersebut, karena berhasil mengawal perekonomian RI, ditambah ia juga adalah ketum parpol besar yang banyak dipilih anak muda,” katanya.
Dani menegaskan bahwa keutamaan Airlangga bahkan relatif lebih kuat ketimbang sosok Erick Thohir atau Gibran Rakabuming yang juga disebut-sebut sebagai kandidat bakal cawapres Prabowo. Hanya saja sosok Airlangga lebih low profile dan dinilai fokus sebagai Menko Perekonomian.
Karena itu, nantinya keputusan ada juga pada Airlangga, apakah tetap di Koalisi Indonesia Maju sekalipun misalnya tidak dipilih sebagai cawapres. Tetapi jika dipilih, keputusan yang tepat.
“Namun jika tidak, harus dapat ambil momentum, bertahan atau bergabung dengan kekuatan lain jika tawarannya jelas, misal sebagai cawapres Ganjar, atau bahkan buat poros sendiri. Namanya risiko atau opportunity selalu ada, tapi tidak ada yang tidak mungkin dalam politik,” tegas Dani.
Sejauh ini selain Prabowo Subianto yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju, kandidat capres lainnya yang belum memutuskan pasangan cawapresnya adalah Ganjar Pranowo yang diusung oleh koalisi PDIP, PPP, Partai Hanura dan Partai Perindo. {sumber}