Menperin Agus Gumiwang Siapkan Terobosan Industri Mandiri, Minim Ketergantungan APBN

Berita GolkarMenteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita bertekad memperkuat industri nasional tanpa harus bergantung pada uang negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Industri Indonesia hanya bisa berkembang jika mampu menguasai teknologi dan terus berinovasi.

Karena itu, restrukturisasi mesin menjadi penting agar sektor industri bisa lebih efisien dan kompetitif. Selama ini, program restrukturisasi sangat bergantung pada APBN.

Namun, ia menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal mencari cara agar program tersebut bisa diperluas tanpa harus sepenuhnya bergantung pada dana kas negara.

“Industri Indonesia tentu hanya bisa ditingkatkan dengan penguasaan teknologi dan inovasi. Karena itu, restrukturisasi mesin harus diperluas,” ujar Agus saat rapat kerja (raker) Kementerian Perindustrian di Jakarta, Senin (27/10/2025).

“Saya paham bahwa program restrukturisasi tergantung dari APBN, tapi kita coba cari cara bagaimana kita bisa memperluas program restrukturisasi tanpa tergantung dari APBN, tapi kita cari cara, kita duduk. Restrukturisasi ini menjadi sangat penting,” paparnya, dikutip dari Kompas.

Selain restrukturisasi mesin, Menperin juga menyoroti pentingnya pemberian insentif fiskal dan nonfiskal untuk kegiatan riset dan pengembangan (R&D). Menurutnya, kemajuan industri tak bisa dilepaskan dari kegiatan penelitian, inovasi produk, dan penguasaan teknologi.

Kemenperin juga akan mendorong adanya pemberian skema kredit lunak bagi pelaku industri, khususnya sektor makanan dan minuman, yang memiliki potensi ekspor tinggi. “Kemudian juga insentif fiskal dan nonfiskal untuk riset dan pengembangan, kredit lunak untuk industri makanan,” paparnya.

Di sisi lain, Kemenperin menekankan pentingnya transfer teknologi dari perusahaan global yang berinvestasi di Indonesia. Investor asing tidak boleh hanya datang membawa modal, tetapi juga harus membawa pengetahuan dan keahlian yang bisa memperkuat kapasitas industri nasional.

Dari sisi sumber daya manusia (SDM), Agus menilai tenaga kerja industri di Indonesia harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi. Ia menegaskan pentingnya melahirkan SDM industri yang tidak hanya terampil, tetapi inovatif dan mampu bekerja dalam ekosistem digital yang semakin kompetitif.

“Dari sisi SDM kita harus mampu melahirkan tenaga kerja industri yang tidak hanya terampil, tapi juga adaptif, inovatif, dan mampu bekerja dalam ekosistem digital,” beber Agus.

Lebih lanjut, Menperin menjelaskan bahwa sektor industri berbasis komoditas, seperti kawasan berbasis komoditas baterai dan kendaraan listrik (KB-KBB), harus diarahkan untuk memperkuat ekspor.

Dengan keunggulan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik (EV), termasuk industri baterai global. Investasi di sektor industri harus diarahkan pada penciptaan nilai tambah dan substitusi impor.

Pemerintah tidak lagi mendorong investasi yang hanya berorientasi pada tenaga kerja murah atau sekadar berbasis eksploitasi sumber daya alam. Beberapa subsektor yang menjadi prioritas antara lain industri mineral strategis, kimia dasar, farmasi, komponen elektronik, dan pangan strategis.

Setiap investasi yang masuk ke Indonesia, kata Agus, harus memberikan efek ganda, yaitu menciptakan lapangan kerja berkualitas, memperkuat struktur industri nasional, dan mengurangi ketergantungan pada impor. {}