Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Soroti Ketimpangan Tanah, Reforma Agraria Didorong Jadi Solusi

Berita GolkarKetimpangan penguasaan tanah masih menjadi persoalan mendasar yang memicu rasa ketidakadilan di tengah masyarakat. Untuk menjawab masalah struktural tersebut, pemerintah menegaskan pentingnya Reforma Agraria sebagai instrumen utama dalam menciptakan pemerataan akses terhadap tanah sekaligus memperkuat keadilan sosial.

Dalam konteks tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menilai, akar konflik pertanahan di Indonesia tidak lepas dari struktur penguasaan tanah yang timpang. Kondisi ini kerap memunculkan ironi, ketika masyarakat lokal justru tersisih di wilayah tempat mereka lahir, tumbuh, dan menggantungkan hidup.

“Rasa ketidakadilan itu muncul karena masyarakat lahir, tinggal, dan besar di suatu wilayah, namun justru menyaksikan tanah tempat mereka hidup diambil orang lain, dibangun kebun kelapa sawit, yang menghasilkan panen setiap hari, sementara mereka sendiri tetap hidup susah. Untuk mengatasi ketimpangan sosial seperti inilah kita menjalankan program Reforma Agraria,” ujar Nusron dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Menurut Nusron, Reforma Agraria dirancang bukan sekadar untuk membagi tanah, melainkan menata ulang struktur penguasaan agar kesenjangan antara masyarakat lokal dan pelaku usaha dapat dikoreksi secara berkeadilan. Dengan begitu, pembangunan tidak hanya dinikmati segelintir pihak, tetapi juga melibatkan warga sekitar sebagai bagian dari proses dan manfaatnya.

“Supaya masyarakat sekitar juga terlibat dalam pembangunan. Dan kita memastikan masyarakat yang ada di Indonesia ini mempunyai hak yang sama, bisa garap tanah air kita secara bersama-sama,” dikatakan politisi Partai Golkar ini.

Dalam pelaksanaannya, Nusron menegaskan bahwa keberhasilan Reforma Agraria sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Meski Menteri ATR/Kepala BPN memiliki mandat untuk menetapkan lokasi objek Reforma Agraria, penentuan masyarakat penerima manfaat sepenuhnya berada di tangan kepala daerah.

“Yang menentukan subyeknya adalah bupati, wali kota, dan gubernur. Karena Bapak/Ibu yang menjadi Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria,” ujarnya.

Penegasan tersebut disampaikan Nusron saat menghadiri Rapat Koordinasi Kebijakan Pertanahan dan Tata Ruang bersama kepala daerah se-Kalimantan Tengah. Dalam forum tersebut, capaian pelaksanaan Reforma Agraria di wilayah Kalteng turut menjadi perhatian.

Pada tahun 2025, Reforma Agraria di Kalimantan Tengah mencakup 10 kabupaten dan 1 kota, dengan sebaran program di 26 kecamatan serta 38 desa dan kelurahan. Program Penataan Akses melalui fasilitasi pendampingan usaha telah menyasar 800 kepala keluarga, sementara Penataan Aset berupa Redistribusi Tanah menjangkau 3.360 kepala keluarga. Seluruh target tersebut tercatat telah tercapai 100 persen.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor agar program Reforma Agraria tidak berhenti pada target administratif, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

“Semoga kita semua dapat menghasilkan langkah konkret dalam mewujudkan tata ruang dan pertanahan yang tertib dan berpihak kepada masyarakat,” katanya.

Leave a Reply