Berita Golkar – Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi memberi pujian kepada Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia soal perkembangan energi nasional.
Menurutnya, energi nasional menjadi lebih progresif dengan gagasan Bahlil untuk transformasi subsidi gas LPG 3 kilogram dengan penggunaan gasifikasi batubara atau Dimethyl Ether (DME).
DME merupakan senyawa berwujud gas namun proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.
“Ini merupakan transformasi kedua dalam subsidi, setelah transformasi pertama era SBY-JK dari minyak tanah ke gas yang tujuannya untuk menyelamatkan uang negara dan mendorong teknologi yang lebih baik untuk digunakan masyarakat,” ungkap Abdul Rahman Farisi, dalam keterangan resmi, Sabtu (22/11/2025), dikutip dari JPNN.
Abdul Rahman Farisi menilai gagasan progresif Menteri Bahlil sebagai terobosan strategis untuk menyelamatkan keuangan negara dari kemahalan dan memacu inovasi di sektor publik. Langkah tersebut diyakini memiliki dua tujuan yang sangat penting.
“Untuk menyehatkan keuangan negara. Sekaligus memacu inovasi di sektor publik,” jelasnya.
Menurutnya, salah satu persoalan utama dalam belanja subsidi negara yakni tingginya biaya yang harus ditanggung akibat peningkatan volume dan jumlah subsidi.
Kemahalan itu mestinya memicu pejabat untuk memikirkan transformasi dengan mengutak-atik belanja subsidi dari analisis faktor biaya yang digunakan.
“Selama ini tidak banyak inovasi di sektor publik, baik pemerintah maupun BUMN yang serius melihat bahwa kemahalan adalah sesuatu yang mesti dicari opsi dan jalan keluarnya sebab menyangkut beban uang negara, dalam memilih jenis barang subsidi, tanpa memperhitungkan kecepatan perkembangan teknologi yang sebenarnya bisa menekan biaya,” beber mantan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin ini.
Abdul Rahman Farisi juga menyoroti pentingnya adaptasi teknologi dalam perumusan kebijakan subsidi. Sebab kebutuhan inovasi ini menjadi mendesak mengingat lonjakan drastis pada beban subsidi LPG 3 kg, yang semula dicanangkan sebagai pengganti subsidi minyak tanah.
Dia menjelaskan dari data Kementerian Keuangan menunjukkan, anggaran subsidi sektor tersebut melonjak dari Rp32,8 triliun pada 2020 menjadi Rp100,4 triliun pada 2022.
Meskipun angka tersebut sempat turun menjadi Rp74,3 triliun pada 2023, proyeksi untuk 2025 masih terbilang tinggi, yaitu sebesar Rp68,7 triliun.
“Bahkan setelah adanya pemangkasan 21 persen dari target awal Rp87 triliun,” tambah pria yang pernah menjabat Tenaga Ahli Kepala BPK RI itu.
Oleh sebab itu, Abdul Rahman memberikan apresiasi tinggi terhadap upaya Menteri Bahlil dalam mencari alternatif pengganti subsidi LPG melalui pemanfaatan teknologi baru.
Dia menilai pendekatan ini sebuah strategi jangka panjang untuk membangun fondasi energi masa depan yang lebih hemat, ramah lingkungan, dan tidak terus membebani APBN.
“Inovasi DME mengganti LPG adalah bukti nyata bahwa pemerintah mampu menghadirkan kebijakan visioner. Ini bukan hanya soal mengganti LPG, tetapi soal membangun sistem energi yang lebih modern dan efisien. Cara berpikir progresif seperti ini harus ditiru oleh seluruh pemimpin politik di sektor publik,” tutupnya. {}













