Adies Kadir: Revisi 8 UU Terkait Sistem Politik dan Pemilu Dengan Metode Omnibus Law Masih Perlu Dikaji

Berita Golkar – Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menegaskan bahwa revisi 8 undang-undang (UU) terkait sistem politik dan pemilu dengan metode omnibus law baru sebatas usulan. Usulan tersebut nantinya akan dikaji kembali oleh pimpinan DPR dan fraksi-fraksi partai di parlemen, sebelum ditindaklanjuti.

“Semua usulan ditampung saja, nanti dibicarakan mana usulan yang visibel untuk ditindak lanjuti, mana yang tidak,” ujar Adies kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jumat (1/11/2024), dikutip dari Kompas.

Di samping itu, usulan untuk merevisi UU juga harus dibahas bersama unsur pemerintah. Dengan begitu, keputusan untuk menindaklanjuti atau tidak usulan tersebut masih menunggu pembahasan lebih lanjut baik di DPR maupun pemerintah.

“Jadi kita ini ada aspirasi kita tampung, kita bicarakan apakah bisa dimasukan di dalam rancangan undang-undang atau tidak. Itu tergantung nanti komisi komisi dan badan legislasi yang menentukan melalui sinkronisasi bersama dengan pemerintah,” tutur Adies.

Ia menyampaikan bahwa Fraksi Golkar saat ini juga belum membahas usulan revisi paket UU politik tersebut. Untuk itu, dia belum dapat memastikan apakah partainya mendukung atau tidak usulan tersebut.

“Ini kan baru masukan saja. Di Golkar kan juga belum mengkaji. Jadi kita harus kaji dulu gitu lho. Setiap rancangan UU kan ada kajian akademis, ada kajian-kajian lain menyangkut sosial, politik, budaya dan sebagainya. Jadi kita akan pelajari semua terkait dengan rancangan UU,” ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk revisi 8 undang-undang (UU) yang terkait sistem politik dan pemilu. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat dengar pendapat umum antara Baleg DPR bersama Perludem hingga Komnas HAM pada Rabu (30/10/2024).

Menurut Doli, metode omnibus law dapat menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih komprehensif.

“Makanya saya tadi mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Rabu (30/10/2024).

Doli menyampaikan bahwa sistem politik dan pemilu di Indonesia masih perlu disempurnakan, terutama untuk mengatasi persoalan biaya tinggi dan kompleksitas pelaksanaan pemilu.

“Ayo kita mulai bicara tentang soal menyempurnakan sistem politik termasuk sistem pemilu kita. Kan sudah banyak bicara tadi soal penyelenggaraan katanya begini, soal biaya mahal politik kita seperti itu. Nah itu sudah bisa mulai sebetulnya,” ucap Doli.

Menurut Doli, setidaknya ada delapan UU terkait sistem pemilu dan politik yang perlu dikaji kembali dan disatukan melalui omnibus law.

Beberapa di antaranya adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah. “Karena hulunya semua ini kan adalah pemilu maka harus mulai dari revisi Undang-Undang Pemilu,” kata Doli.

Namun, Doli mengatakan bahwa dalam rapat kali ini, Baleg bersama sejumlah organisasi masyarakat baru mendiskusikan soal kemungkinan menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada.

“Nah tapi kalau kita lihat dari diskusi baleg hari ini, kalau kita bicara tentang soal politiknya saja. Itu tadi pemilu dan pilkada dijadikan satu,” ucap Doli.

Kendati demikian, Doli berharap pembahasan soal revisi 8 UU dan penggunaan metode omnibus law ini dapat diselesaikan jauh sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya pada 2029.

Dengan begitu, aturan yang baru dihasilkan bisa diterapkan dan bisa disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat. “Lebih baik jauh dari pemilu, sehingga kita satu terhindar dari vested interest. Kita punya cukup waktu nanti untuk uji publik, menyerap aspirasi, sehingga nanti 2026, 2027, 2028 itu sosialisasi sudah,” kata Doli.

Ia juga berharap seluruh jajaran legislatif dan eksekutif memiliki komitmen yang sama untuk menyempurnakan UU terkait politik dan pemilu, sehingga bisa menjadi bagian dari agenda program legislasi nasional (Prolegnas).

“Mudah-mudahan. Saya bilang, yang diperlukan setelah kesadaran itu adalah komitmen kita semua. Komit enggak kita mau menyempurnakan undang-undang politik, termasuk dalamnya soal penyelenggaraan pemilih,” ujar Doli. {}