Berita Golkar – Komisi III DPR RI menyoroti kondisi fasilitas tempat tinggal bagi hakim di Pengadilan Tinggi Makassar. Mereka menganggapnya tidak layak.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir pun menyatakan kekecewaannya terhadap kondisi rumah flat yang disediakan untuk para hakim tinggi di Makassar saat kunjungan kerja mereka.
Ia menegaskan, sebagai mitra kerja dari Mahkamah Agung, mereka sangat kecewa dengan apa yang disampaikan oleh Sekretaris Mahkamah Agung.
Pada saat rapat anggaran kemarin, Sekretaris MA menyampaikan bahwa ada salah satu (rumah) flat di Makassar yang akan dibuat sebagai percontohan untuk hakim-hakim di seluruh Indonesia.
“Tetapi setelah kami meninjau dan melihat, ini flat yang menurut kami tidak layak untuk tempat tinggal seorang hakim tinggi,” kata Adies Kadir saat meninjau lokasi rumah flat hakim di Pengadilan Tinggi Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis, (4/7/2024).
Menurut politisi Fraksi Golkar tersebut, hakim tinggi merupakan pejabat negara yang seharusnya mendapatkan fasilitas yang representatif.
“Hakim tinggi memerlukan tempat yang cukup representatif karena beliau harus mencurahkan segala pikiran-pikirannya untuk memutuskan satu perkara dengan hati dan pikiran yang tenang,” jelasnya dikutip dari dpr.go.id.
Adies lebih lanjut mengungkapkan bahwa fasilitas yang ada saat ini sangat minim, bahkan tidak memiliki pendingin udara yang memadai.
“Ini mebeler-nya saja sudah sangat tidak layak, AC-nya pun tidak ada. Ini yang dikatakan flat untuk percontohan yang akan dibuat hakim. Kalau dibuat seperti ini, kami pasti sangat tidak setuju di DPR sebagai mitra kerja,” tegasnya.
Ia memastikan komisinya akan membicarakan lagi kepada Mahkamah Agung, Pimpinan Mahkamah Agung, Sekretaris Mahkamah Agung.
“Agar supaya ditinjau kembali pembangunan-pembangunan flat hakim-hakim tinggi, hakim-hakim pengadilan negeri yang layak untuk mereka tinggal dan beristirahat,” tegas Adies.
Tak hanya rumah, Adies juga mengkritik kondisi kantor hakim yang tidak mendukung kinerja mereka. Menurutnya, kantornya pun kadang-kadang ada AC, kadang-kadang tidak ada AC.
“AC-nya pun AC tahun berapa itu, mungkin 20-30 tahun yang lalu. Bagaimana mereka bisa memutuskan perkara, bagaimana mereka bekerja dengan baik. Padahal hakim itu kan tempat paling akhir untuk masyarakat mendapatkan keadilan. Jadi harus memutuskan dengan pikiran yang jernih, dengan hati yang nyaman, dengan suasana yang nyaman,” paparnya.
Anggota Legislatif Dapil Jatim I tersebut juga menyoroti masalah jumlah flat yang tidak mencukupi untuk jumlah hakim yang ada. “45 hakim, ini 1 flat cuma untuk 12 hakim, disin ada 2 flat berartikan hanya tersedia untuk 24 hakim, sementara hakimnya ada 45, yang lain semua kos,” ungkapnya.
“Kos pun itu sewanya sangat kecil, sangat kecil sekali. Ini cuma dikasih uang sewa 1,7 juta, potong-potong terima jadi 1,5 juta. (Ongkos) Transportasinya satu hari itu jalan 70 ribu. Ini kita akan evaluasi dengan Sekretaris Mahkamah Agung terkait dengan anggarannya,” lanjutnya.
Berdasarkan temuan ini, Komisi III DPR RI berencana untuk memanggil Sekretaris Mahkamah Agung guna membahas anggaran untuk fasilitas hakim.
“Kami mungkin akan memanggil khusus Sekretaris Mahkamah Agung untuk membicarakan anggaran untuk keberadaan hakim-hakim baik tingkat hakim tinggi atau hakim pengadilan negeri yang disebut-sebut sebagai pejabat negara. Jangan hanya hakim agung saja yang diistimewakan karena beliau berada di Mahkamah Agung di Jakarta. Tapi juga harus memperhatikan seluruh hakim yang berada di Indonesia,” kata Adies.
Dengan perhatian ini, diharapkan ada perbaikan signifikan dalam penyediaan fasilitas yang layak bagi para hakim di seluruh Indonesia, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang dan memberikan keadilan yang optimal bagi masyarakat. {sumber}