Berita Golkar – DPR RI terus aktif melakukan pengawasan haji melalui Timwas Haji 2025. Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir ungkapkan, meskipun saat ini masih dalam tahap awal evaluasi, namun pihaknya mengungkapkan terdapat beberapa persoalan haji tahun ini. Salah satunya adalah terkait terlambatnya penerbitan visa.
“Salah satu masalah itu adalah masalah visa. Visa itu banyak terjadi keterlambatan. Karena terjadi keterlambatan, misalnya suami istri atau satu kloter ada keterlambatan turun visa, sedangkan pesawat yang diberangkatkan kloter itu sudah harus berangkat,” ujar Adies dalam salah satu rekaman di televisi swasta yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Diketahui, jumlah jemaah haji Indonesia tahun ini terdapat kurang lebih sebanyak 221 ribu orang, di mana jemaah regulernya kurang lebih 203 ribu dan selebihnya adalah jemaah haji khusus (furoda) sebanyak kurang lebih 17 ribu lima ratusan orang, yang berasal dari 528 kloter yang diberangkatkan dari seluruh embarkasi yang ada di Indonesia.
Dengan adanya keterlambatan visa itu, maka akan berpengaruh terhadap sewa pesawat untuk keberangkatan haji yang tidak boleh kosong. Jika, misalnya suami-istri ada yang terlambat penerbitan visanya, maka salah satunya ada yang kloternya diundurkan berangkatnya dengan ikut kloter pesawat berikutnya.
“Dan yang kloter di sini, yang berada di urutan belakang, ada yang diajukan masuk ke kloter berikutnya. Di sinilah permasalahan dimulai. Berangkat ini sampailah di Jeddah atau Madinah, kemudian yang (terlambat visa) ini juga berangkatkan. Sampai di sana (Saudi) sekarang ini bukan hanya satu syarikat, tetapi ada delapan syarikat,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Padahal, di sisi lain, terdapat delapan syarikat Saudi yang melayani jemaah haji Indonesia. Yaitu, Al-Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, Rehlat & Manafea, Al Rifadah, Rawaf Mina, MCDC, dan Rifad. Adies menerangkan delapan syarikat ini bertujuan agar supaya pengaturan haji ini bisa lebih nyaman.
“Bahkan ada usulan juga dari teman-teman Komisi VIII itu kalau perlu satu kloter satu syarikat. Tapi kan itu terlalu banyak, masa 528 syarikat kan. Akhirnya dicoba ini delapan syarikat, ini baru tahun ini, tahun lalu satu syarikat. Dianggap ini bisa lebih mempermudah. Sampai di sana yang ini sudah syarikatnya jemput masuk ke hotel,” jelas Pimpinan DPR RI Bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan ini.
Dengan adanya keterlambatan visa tersebut, akhirnya salah satu pasangan yang belakangan berangkat, dijemput oleh syarikat yang berbeda kemudian masuk ke hotel sesuai dengan syarikatnya.
“Otomatis yang tadi suami istri atau satu kloter itu terpisah. Terpisah. Nah masalah ini banyak ditemukan di sana yang kemarin sempat viral. Ada yang pisah suami istri, ada yang anak dan lain sebagainya. Nah inilah akhirnya coba dikoordinasikan dengan baik,” urainya.
Meskipun demikian, ia menjelaskan pihak Kemenag sudah mulai berangsur-angsur ditata kembali ke kloternya masing-masing dan pasangannya masing-masing. Meskipun demikian, ia tetap mewanti-wanti agar jangan sampai terpisah pasangan itu nanti juga terjadi saat wukuf di Arafah dan melempar jamrah.
“Nah kalau terpisah lagi sesuai dengan syarikatnya yang tercatat di sana itu kan agak susah. Makanya koordinasi kemarin Dirjen Agama kita minta berangkat duluan untuk menyelesaikan masalah itu,” jelasnya.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan keterlambatan penerbitan visa haji furoda bukan hanya dialami jamaah dari Indonesia saja, tetapi sejumlah negara juga merasakan hal serupa. “Karena bukan hanya di Indonesia seperti itu ya. Tapi di negara lain juga sama,” ujar Menag Nasaruddin Umar di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Menag Nasaruddin mengatakan pihaknya terus berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi mengenai permasalahan tersebut agar segera menemui titik terang. Namun di sisi lain, ia memastikan visa jamaah calon haji reguler sudah terbit semua, meski pada saat awal-awal pemberangkatan terjadi keterlambatan penerbitan.
Keterlambatan penerbitan visa ini, kata Menag, bukan domain Kementerian Agama (Kemenag), namun ranah dari otoritas Arab Saudi. Maka dari itu Kemenag hanya terus mengomunikasikannya. “Ya komunikasi terus dan itu sesuatu yang kebijakan Saudi Arabia,” kata Menag Nasaruddin Umar. {}