Berita Golkar – Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia berkelakar jika siapapun yang mengisi jabatan posisi ketua umum, belum tentu akan menjadi presiden. Pernyataan tersebut disampaikan Bahlil Lahadalia saat memberi sambutan di Puncak Acara Perayaan HUT Ke-60 Partai Golkar yang digelar di SICC Sentul, Jawa Barat pada Kamis (12/12).
“Di Partai Golkar ini, ketua umumnya belum tentu jadi presiden. Karena partai kita ini inklusif, partai terbuka. Pasca konvensi kader-kader Partai Golkar mendirikan partai lain. Waktu itu, banyak orang berpikir suara Partai Golkar akan berkurang. Tapi bagi Golkar, hal itu biasa saja, kita masih tetap berkibar hingga hari ini,” ujar Bahlil Lahadalia dikutip redaksi Golkarpedia dalam sambutannya.
Meski begitu, dalam perjalanannya, Partai Golkar senantiasa membersamai pemerintahan yang berkuasa. Menurut Bahlil, Partai Golkar memiliki formulasi tersendiri, yakni komunikasi yang inklusif. Apalagi pasca Konvensi Presiden Partai Golkar 2004, banyak tokoh yang berdiaspora membentuk partai politik lain. Namun komunikasi haruslah tetap terjalin secara terbuka dan mengedepankan harmonisasi.
“Dalam perilaku politik Golkar tak pernah menghina apalagi meremehkan partai lain. Oleh karena itu, dalam perspektif hubungan dengan alumni Golkar lain, kita seperti satu rumah tapi beda kamar saja,” kelakar Bahlil disambut tepuk tangan hadirin yang memadati SICC.
Bahlil lantas melanjutkan, perjalanan politik yang begitu panjang dari Partai Golkar membuat institusi partai ini dewasa dalam berpolitik. Buktinya ketika Pemilu 2024 berlangsung, Partai Golkar berhasil meraih 102 kursi DPR RI.
“Di tahun 2024 adalah tahun politik. Khusus untuk Pileg, kita telah melakukan konsolidasi internal, Diklat sebagai bagian dari proses kebesaran Partai Golkar. Dan alhamdulillah, kita meraih 102 kursi DPR RI. Di bawah sedikit PDIP, di atas sedikit Gerindra, kami di tengah-tengah saja Bapak Presiden,” seru Bahlil Lahadalia.
Dilanjutkan Bahlil, pada Pilpres 2024, Partai Golkar berhasil memenangkan Prabowo-Gibran. Partai Golkar menjadi motor penggerak koalisi partai-partai saat itu. Di Pilkada 2024, ada fenomena menarik yang disoroti Bahlil, yakni cost politik makin tinggi.
“Selain Pilpres, adalah Pilkada. Pemilukada baru selesai, banyak kenangan, cerita, dari lubuk hati dan lubuk-lubuk lain. Banyak yang mempertanyakan kok, costnya makin tinggi ya. Banyak yang menyalahkan institusi a, institusi b, kita tidak boleh saling menyalahkan. Kalau satu salah, kita salah semua. Lantas apakah demokrasi seperti ini yang kita inginkan? Golkar berpikir, ke depan harus ada formulasi yang tepat bagi berdemokrasi, mencapai tujuan bangsa dan negara. Ijinkan kami memulai dialektika ini, merumuskan pemikiran yang baik agar tak ada yang menaifkan hak politik rakyat,” pungkas Bahlil. {}