Berita Golkar – Ekonomi sirkular kini menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan transformasi industri hijau di Indonesia. Sejumlah perusahaan industri telah menerapkan praktik ini, mulai dari mengolah limbah plastik menjadi kemasan baru, melebur scrap metal menjadi baja berkualitas, hingga memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi alternatif.
“Dengan ekonomi sirkular, kita tidak hanya menekan emisi dan mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi, mengurangi ketergantungan impor, dan membuka lapangan kerja hijau (green jobs),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam acara The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Rabu (20/8/2025), dikutip dari RM.
Untuk mempercepat adopsi praktik industri hijau, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah meluncurkan Green Industry Service Company (GISCO). Platform ini menjadi layanan terpadu yang menyediakan pendampingan teknis, asesmen efisiensi sumber daya, perhitungan jejak emisi, rencana transisi hijau, hingga fasilitasi pembiayaan hijau.
“GISCO akan menjadi jembatan kolaborasi antara industri, penyedia teknologi hijau, lembaga pembiayaan, dan pasar karbon. Dengan demikian, GISCO bukan hanya pusat layanan, tetapi juga motor penggerak ekosistem industri hijau nasional yang terhubung dengan standar internasional,” tegas Agus.
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, menyampaikan bahwa AIGIS 2025 mengusung tema “Driving Industrial Decarbonization through Green Industry Ecosystem”. Tema ini diharapkan dapat menjadi wadah kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam mempercepat pengurangan emisi karbon di sektor industri.
Menurut Andi, pendekatan yang diperlukan sektor industri mencakup integrasi teknologi bersih, efisiensi energi dan air, pemanfaatan energi terbarukan, serta praktik ekonomi sirkular dalam satu ekosistem yang saling mendukung.
“Dengan membangun ekosistem ini, transformasi menuju industri rendah karbon tidak hanya memperkuat daya saing global, tetapi juga membuka peluang investasi dan inovasi berkelanjutan bagi perekonomian nasional,” jelasnya.
Andi menambahkan, Kemenperin juga tengah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat fondasi transisi menuju industri rendah karbon. Beberapa di antaranya adalah penguatan Standar Industri Hijau (SIH) pada sektor prioritas, integrasi sistem MRV Digital (Monitoring, Reporting, Verification), serta pengembangan Emission Trading System (ETS) agar surplus pengurangan emisi dapat dimonetisasi oleh pelaku industri.
Kebijakan lain yang akan diperkuat adalah pengembangan GISCO sebagai pusat solusi pembiayaan hijau, serta peningkatan kapasitas SDM industri melalui sertifikasi kompetensi hijau dan program reskilling untuk mendukung adopsi teknologi rendah karbon.
“Semua kebijakan tersebut tidak hanya ditujukan untuk memenuhi target Net Zero Emission sektor industri pada 2050, tetapi juga menjadikan industri hijau sebagai sumber daya saing baru Indonesia di pasar global,” pungkas Andi. {}