Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, menegaskan bahwa pengalihan empat pulau dari wilayah Provinsi Aceh ke Sumatera Utara tidak dapat dilakukan hanya melalui keputusan menteri. Menurutnya, perubahan batas wilayah provinsi merupakan ranah kewenangan legislatif dan harus ditempuh melalui mekanisme pembentukan undang-undang.
Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang secara eksplisit menyatakan bahwa perubahan batas wilayah provinsi wajib diatur melalui undang-undang.
Firman pun mengkritik langkah Kementerian Dalam Negeri yang menetapkan perubahan wilayah administratif tersebut hanya melalui surat keputusan menteri. Ia menilai pendekatan itu tidak cukup secara hukum dan berpotensi melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
“Keputusan Menteri tidak cukup untuk melakukan pengalihan wilayah provinsi. Karena perubahan batas wilayah provinsi memiliki dampak yang signifikan, bukan hanya pada aspek pemerintahan, tetapi juga terhadap dinamika ekonomi dan sosial masyarakat,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada redaksi Golkarpedia pada Jumat (13/06).
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini juga menekankan pentingnya proses legislasi yang inklusif dan akuntabel. Keterlibatan DPR sebagai lembaga legislatif bersama pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berdampak langsung terhadap batas wilayah merupakan bagian dari jaminan akurasi, transparansi, dan keadilan dalam pengambilan keputusan.
Politisi senior Partai Golkar ini lantas mengingatkan bahwa perubahan batas wilayah bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut legitimasi hukum yang berdampak pada hak-hak masyarakat, distribusi kewenangan, serta tata kelola layanan publik.
Dalam konteks ini, Firman menilai ada sejumlah aspek fundamental yang harus menjadi pertimbangan sebelum melakukan pengalihan wilayah. Ia menyebut pentingnya menjamin keadilan dan kepentingan masyarakat yang terdampak secara langsung, memastikan bahwa keputusan diambil berdasarkan kerangka hukum yang sah, serta mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang mungkin timbul.
Tak kalah penting, partisipasi aktif dari masyarakat, faktor kesejarahan dan pemerintah daerah menjadi syarat mutlak dalam membentuk kebijakan yang menyangkut perubahan batas wilayah. Ia menegaskan bahwa seluruh proses harus ditempuh secara konstitusional agar tidak menimbulkan polemik yang merugikan masyarakat dan mengganggu stabilitas daerah.
“Dengan demikian, pengalihan empat pulau di Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara memerlukan undang-undang yang dapat memastikan bahwa perubahan batas wilayah dilakukan secara legal, terukur, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” pungkas Firman.
Pernyataan ini menambah daftar panjang kritik dari berbagai kalangan atas keputusan administratif Kemendagri yang dinilai terburu-buru dan minim pelibatan publik. Hingga kini, masyarakat di Aceh terus menyuarakan penolakan atas pengalihan tersebut dan mendesak agar pemerintah pusat meninjau ulang proses yang telah berjalan.