Firnando Ganinduto: Sikap Menkeu Purbaya Sudah Tepat, Jangan Bebani APBN dengan Utang KCIC

Berita Golkar – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firnando Hadityo Ganinduto menilai sikap Menkeu Purbaya sudah tepat. Menurutnya, Danantara yang menjadi superholding BUMN harus bisa menangani persoalan pembiayaan utang di tubuhnya sendiri.

“Menurut saya apa yang dikatakan Menteri Keuangan itu sudah tepat. Karena memang hari ini kita sudah institusi lain seperti Danantara yang bisa mendanai BUMN kita,” kata Firnando di program Kompas Petang, Kompas TV, Senin (13/10/2025).

Firnando juga menganggap utang proyek KCIC itu bisa mengganggu fiskal negara jika APBN harus dipangkas utang yang begitu besar.

“Jadi memang, saya rasa sudah tepat, dan itu harus didanai non-APBN karena itu besar sekali dan itu bisa merusak fiskal itu. Saya sangat sepakat dengan Menkeu,” jelasnya, dikutip dari TribunJakarta.

Celios: Warisan Tanpa Kajian Matang

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar, mengatakan, masyarakat Indonesia tidak akan sudi membiayai utang Whoosh yang sejak awal dicanangkan tanpa anggaran negara.

“Yang jelas saya sepakat, jangan korbankan APBN. Rakyat gak sudi pasti proyek yang penuh masalah dibebankan ke APBN.”

“Karena sejak awal proyek ini diklaim tidak pakai uang negara, kalau seandainya publik dipaksa menanggung pembengkakan biaya dan risiko utang ini jelas melanggar prinsip keadilan anggaran dan melanggar kontrak moral antara pemerintah dan rakyatnya,” jelas Media pada kesempatan yang sama dengan Firnando.

Media juga menegaskan, Whoosh adalah proyek warisan Jokowi yang  tanpa kajian matang dan mengabaikan rasionalitas politik.

“Jadi waktu itu kan proses perencanaan proyeknya over optimistis ya, dan kreditor menawarkan bunga pinjaman. Dan kalau sekarang dijalankan dan biaya bengkak, apakah kemuduian harus ditanggung jawab pemerintah Indonesia saja. Ini kan kurang fair.”

“Ini kan kebijakan warisan presiden sebelumnya yang dipaksakan tanpa kajian yang matang. Jadi ini konsekuensi dari keputusan politik yang mengabaikan rasionalitas ekonomi,” tegasnya. {}