Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) yang juga duduk di Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo berang dengan gerak langkah pemerintah yang semakin membatasi Industri Hasil Tembakau (IHT) melalui penerbitan PP 28 Tahun 2024. Padahal, industri tembakau menyumbang triliunan rupiah bagi penerimaan negara dari hasil cukai.
Hal ini diungkapkan oleh Firman Soebagyo saat menjadi narasumber diskusi Forum Legislasi dengan tema “Mengkaji Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan Terkait Industri Tembakau” di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (12/09).
“Sampai sekarang, belum ada satupun dari komoditas pertanian dan perkebunan yang harganya itu bisa di atas harga tembakau per hektarnya. Berapa triliun cukai rokok yang dihasilkan negara ini? Apakah kita akan menutup mata? Berapa penyerapan tenaga kerja dari sektor IHT yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan?” tanya Firman Soebagyo dikutip redaksi Golkarpedia melalui tayangan video.
Politisi Partai Golkar ini juga merasa miris jika melihat bagaimana industri di sektor tembakau telah menggerakkan roda ekonomi masyarakat, namun terus menerus dihimpit oleh kebijakan pemerintah. Ia bercerita, semasa bertugas di Pansus RUU Pertembakauan, ia sering berdialog dengan petani tembakau di Jawa Timur. Hasilnya tembakau memang telah memberi manfaat secara ekonomis bagi mereka.
“Saat saya bertugas di Pansus RUU Pertembakauan, saya berkeliling ke Jawa Timur, Malang, Kudus, para pekerja di sektor tembakau bercerita bisa menyekolahkan anaknya jadi dokter, jadi insinyur, ini hasil dari tembakau. Masa seperti ini pemerintah menutup mata dan telinga?” ucapnya, geram.
Atas kekecewaannya terhadap penerbitan PP 28/2024 yang berimplikasi pada makin banyaknya rokok ilegal dan terhimpitnya IHT dalam negeri, Firman Soebagyo menantang pemerintah untuk menutup pabrik rokok. Dengan catatan, pemerintah memiliki pengganti penerimaan negara dari IHT serta mampu mencarikan lapangan kerja untuk 5,9 juta masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor ini.
“Daripada dengan penerbitan PP 28/2024 ini makin banyak rokok ilegal. Saya bisa lebih ekstrim, yuk kita tutup pabrik rokok. Pertanyaannya adalah, yang 200 triliun cukai rokok ini mau digantinya dari mana sumber pendapatannya? Tenaga kerja di sektor IHT yang berjumlah lebih dari 5,9 juta ini akan dikasih lapangan kerja oleh negara di mana?” tanya Firman Soebagyo.
“Kalau itu bisa dijawab hari ini, saya dukung, saya inisiasi pabrik rokok ditutup. Asal ada jaminan dari negara. Kalau negara belum mampu jangan coba-coba bermain sama rakyat. Ini pernyataan cukup keras. Karena PP yang dikeluarkan pemerintah juga keras,” sambungnya dengan tegas.
Ke depan, agar tak lagi terjadi persoalan tumpang tindih peraturan atau regulasi yang saling mengintervensi satu sama lain, Firman Soebagyo mengusulkan agar DPR RI membuat norma khusus. Sehingga jika pemerintah atau lembaga pemerintah ingin mengeluarkan peraturan turunan undang-undang, wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pembuat undang-undang.
“Belajar dari kasus PP 28/2024 yang dikeluarkan pemerintah dan dianggap mengintervensi undang-undang di atasnya, mungkin kita coba nanti agar kita normakan seperti PKPU di Komisi II DPR. Bahwa semua peraturan setingkat PKPU itu harus dikonsultasikan kepada pembuat undang-undang,” tutup Firman Soebagyo. {redaksi}