Berita Golkar – Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra atau akrab disapa Gus Adhi merupakan salah satu dari 2 orang Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI yang berasal dari Dapil Bali. Meskipun sudah berada sebagai jajaran elit legislator Partai Golkar di Senayan, nyatanya Bagus Adhi Mahendra Putra benar-benar mengawali karir politiknya dari level paling bawah.
Dikutip dari konten youtube Golkarpedia bertema ‘Batagor – Bincang Tanya Seputar Golkar’, Gus Adhi menceritakan banyak hal. Mulai dari karir politiknya di awal masuk Partai Golkar yang berada di masa-masa sulit pasca Reformasi hingga namanya mulai mencuat ke permukaan kala UU Provinsi Bali disahkan. Bagus Adhi Mahendra Putra memang merupakan motor intelektual dari lahirnya UU Provinsi Bali.
“Partai Golkar diperkenalkan pada diri saya di usia 16 tahun, di sana saya digembleng sebagai Satgas, Satgas Gelatik namanya yaitu Gerak, Latih dan Taktik. Di dalam usia 16 tahun itu, saat itu perjalanan demokrasi penuh dengan intimidasi dan kekerasan. Karenanya kita juga diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan daerah yang jadi lumbung suara Golkar,” dikutip redaksi Golkarpedia.com dari tayangan youtube Batagor.
“Setelah itu, saya jadi sekretaris Partai Golkar PK Kuta Utara, kemudian jadi sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Badung, wakil Sekretaris DPD I Partai Golkar Bali, hingga menjabat Ketua Pemenangan Pemilu Bali Nusra. Hingga sekarang berbuah pada pengabdian saya menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar,” sambung pria kelahiran 14 Februari 1970 ini.
Bagus Adhi Mahendra Putra, hingga kini sudah terpilih sebanyak 2 periode berturut yakni pada 2014-2019 dan 2019-2024. Selama periode masa jabatannya, Gus Adhi menceritakan sudah banyak hal ia lakukan dalam kerja-kerja legislasi di DPR RI. Di periode pertama ada produk asuransi bagi petani dan nelayan, sedangkan di periode kedua, UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali ia lahirkan.
“Yang sudah saya lakukan dalam masa pengabdian saya di DPR RI, yang pertama di periode 2014-2019, saya mendorong dalam fungsi anggaran keberadaan asuransi petani di tahun 2016, di tahun 2017 saya mendorong lahirnya asuransi nelayan. Di periode yang kedua, saya ditugaskan di Komisi II DPR RI. Di sini saya mendorong lahirnya UU nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali,” ungkap Ketua Harian Depinas SOKSI ini.
Dalam semangat dan pemikirannya menelurkan UU Provinsi Bali, Bagus Adhi Mahendra Putra menjelaskan bahwa ada beberapa masalah yang harus diselesaikan secara sistematis bagi Provinsi Bali. Penyelesaian masalah di Bali tersebut akan semakin mudah apabila memiliki alas hukum.
“Saya melahirkan UU Provinsi Bali ini atas dasar dua permasalahan mendasar di Provinsi Bali yang mesti diselesaikan. Pertama adalah pembangunan tidak merata. Kedua tentang budaya. Budaya ini menjadi benteng adat istiadat yang dipegang desa adat dan budaya pertanian yang menjadi benteng ketahanan pangan yang dipegang subak,” ujar wakil rakyat yang mengusung platform Amanah, Merakyat dan Peduli (AMP) ini.
“Saya mendorong UU Provinsi Bali ini karena alas hukum yang lalu sudah tak relevan lagi, masih memakai UUDS dan RIS. Permintaan saya kepada pemerintah, kami mau hal-hal khusus masuk dalam UU Provinsi Bali. Karena dalam mewujudkan pariwisata sustainable, kita harus gerakkan kearifan lokal kita. Yang pertama adalah desa adat, dan kedua subak harus masuk dalam UU Provinsi Bali,” lanjutnya lagi.
Dalam usahanya melahirkan UU Provinsi Bali, Gus Adhi tak lupa menempatkan instrumen pendanaan agar permudah pembangunan kebudayaan di Bali. Melalui UU Provinsi Bali, provinsi yang terkenal dengan pariwisata kelas dunianya ini pendanaan terkait kemajuan kebudayaan yang jadi unggulan tidak hanya dibebankan pada Pemprov ataupun Pemerintah Pusat, tetapi turut pula membuka lebar peran swasta sebagai pihak ketiga.
“UU Provinsi Bali juga mengatur sumber dana bagi Bali. Yang pertama tentu perlunya kehadiran pemerintah pusat dalam memberikan bantuan dana untuk penguatan dan kemajuan kebudayaan di Bali. Kedua, perlu diberikan peran bagi Pemprov Bali untuk menggali potensi ekonomi dari kearifan lokal, seperti misalnya pungutan kepada wisatawan, kemudian kontribusi dari para pelaku usaha di Bali serta sumber dari CSR untuk menggerakkan kearifan lokal kita,” pungkas Gus Adhi. {redaksi}