Berita Golkar – Haeny Relawati merupakan satu dari 20 nama anggota DPR RI perempuan dari Fraksi Partai Golkar. Meski seorang perempuan, Haeny Relawati adalah sosok yang independen. Ia bisa dibilang sebagai sosok paling ideal dari seorang politisi perempuan, memiliki prinsip, kecerdasan ditambah dengan loyalitas membuat Haeny Relawati tak bisa dipinggirkan dari Tuban dan Partai Golkar sebagai latar belakang kehidupannya.
Perempuan kelahiran Tuban 20 Juni 1964 ini telah berhasil menuliskan tinta sejarahnya sendiri dengan menjadi wanita pertama yang menjadi bupati di Provinsi Jawa Timur dan Bupati Tuban pertama yang dipilih secara langsung oleh masyarakat Kabupaten Tuban. Haeny Relawati membuktikan bahwa menjadi perempuan bukanlah penghalang bagi impian dan keinginannya untuk mengabdikan diri kepada masyarakat melalui jalur politik.
Tapi tentu semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan baginya, butuh perjuangan yang membuat air mata dan darah tertumpah. Sejak kecil kecerdasan seorang Haeny Relawati memang sudah terlihat, ketika ia bersekolah SD Negeri Kebonsari VI Tuban pada tahun 1969 sampai 1975, tiga besar ranking selalu berhasil didapatkannya.
Pun ketika Haeny Relawati melanjutkan jenjang sekolah di SMP Negeri Tuban pada tahun 1976 sampai 1979, ia termasuk siswi yang berprestasi di kelas. Hal itu berlanjut ketika masa SMA. Di masa SMA, Haeny Relawati harus berpindah sekolah karena mengikuti kedua orang tuanya.
Selepas SMP, ia bersekolah di SMA Negeri Tuban, lalu pindah ke SMAN 1 Klaten. Meski sempat berpindah sekolah, Haeny Relawati tetap bisa melanjutkan dan lulus tepat waktu dalam jangka waktu tiga tahun yakni pada tahun 1979 sampai 1982.
Kecerdasannya pula yang membuat ia masuk salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM). Tidak mudah untuk masuk kampus ini jika tidak benar-benar memiliki otak yang encer. Haeny Relawati salah satunya, menjadi mahasiswa di kampus tersebut pada tahun 1983.
Saat berkuliah di UGM, Haeny Relawati cukup lama menyelesaikan studinya. Ia memiliki alasan tersendiri untuk ini. Sebab, Haeny Relawati sudah aktif di lingkungan politik sejak ia menjadi mahasiswa. Jabatan pertamanya adalah sebagai Ketua Himpunan Wanita Karya Kabupaten Tuban.
Tidak ada catatan mengenai kapan Haeny Relawati menduduki jabatan tersebut, tetapi yang pasti, di tahun 1989 ia sudah mendapat jabatan lain sebagai Wakil Ketua DPD II Partai Golkar Tuban.
Kesibukannya di dunia politik agaknya harus mengorbankan waktu perkuliahannya. Sampai-sampai Haeny Relawati harus menyelesaikan masa studinya selama sepuluh tahun, atau lulus mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1993.
Meski terlambat lulus, setidaknya Haeny Relawati sudah membuktikan diri bahwa ia tetap bertanggung jawab atas tanggung jawab yang sudah dipikulnya. Penyesalan akan keterlambatan menyelesaikan perkuliahan pula yang membuat Haeny Relawati mengejar gelar magister S2 di kampus UGM. Karena sudah mengerti bagaimana cara membagi waktu, kali ini ia menjalaninya dengan penuh kedisiplinan hingga berhasil lulus tepat waktu dari tahun 1994 sampai mendapatkan gelar magister bidang politik di tahun 1996.
Bersamaan dengan ia menjalani perkuliahan magister, jabatannya di Partai Golkar pun semakin menanjak pesat. Di tahun 1994, Haeny Relawati didapuk sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Tuban. DI tahun 1999, ia memberanikan diri untuk melangkah maju mencalonkan diri sebagai legislatif untuk daerah tingkat II Kabupaten Tuban. Haeny Relawati mulus terpilih sebagai anggota DPRD Tuban pada Pemilu di tahun tersebut.
Hanya satu tahun ia menjalani karir di DPRD Tuban sebagai ketua setelah pada tahun berikutnya atau di tahun 2000, Haeny Relawati memutuskan maju Pilkada Kabupaten Tuban. Masyarakat yang kagum akan perjalanan, sikap serta kebijakannya selama berkecimpung di dunia politik kemudian memilih Haeny Relawati sebagai pimpinan daerah atau Bupati Tuban.
Atas dedikasi, prestasi dan loyalitasnya terhadap daerah, Haeny Relawati dipercaya memimpin Kabupaten Tuban oleh masyarakat selama dua periode berikutnya, yakni periode 2001 sampai 2006 dan 2006 sampai tahun 2011.
Ketika demisioner menjadi bupati, Haeny Relawati yang memang kadung aktif sebagai seorang perempuan tidak bisa berdiam diri. Ia justru melebarkan sayap dengan mendirikan tiga perusahaan sekaligus. Pertama adalah PT. Ariesta Tuban, di perusahaan ini Haeny Relawati mengambil peran sebagai komisaris.
Perusahaan kedua adalah CV. Sembilan-Sembilan, pada perusahaannya yang satu ini, Haeny Relawati mengambil peran sentral sebagai seorang direktur. Perusahaan ketiga adalah PT. Sembilan-Sembilan, di sini Haeny juga menjabat sebagai direktur.
Meski melebarkan sayap ke dunia profesional bisnis, bukan berarti ibu dari empat orang anak ini meninggalkan dunia politik. Karirnya di politik justru semakin bersinar, dengan menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur pada rentang waktu 2016 sampai 2018 dan Ketua KPPG Jawa Timur juga di periode yang sama.
Tahun 2019, ketika Pemilu digelar, Haeny Relawati merasa dirinya cukup mampu untuk lebih melangkah maju ke pentas politik nasional. Ia lantas mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah X yang meliputi Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Pemalang, dan Batang.
Dua periode lebih menjadi bupati di Tuban dan telah malang melintang menjejakkan kaki di Jawa Timur, membuat Haeny Relawati bisa dengan mudah melenggang ke Senayan, Jakarta. Haeny terpilih menjadi anggota DPR-RI melalui Partai Golkar setelah memperoleh 87.048 suara, sebuah raihan suara yang tidak sedikit tentunya.
Di DPR RI, Haeny Relawati ditempatkan oleh Fraksi Partai Golkar di Komisi VII dengan bidang kerja seputar energi, riset dan teknologi. Selama duduk di Komisi VII DPR RI, Haeny Relawati termasuk figur anggota yang cukup aktif dalam menyuarakan aspirasi rakyat.
Ia tercatat terlibat aktif dalam pembicaraan tingkat I RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba).
Saat membicarakan mengenai refocusing anggaran dengan mitra kerja Komisi VII, Menteri ESDM, Haeny Relawati juga sempat meminta agar anggaran dan program untuk masyarakat di dalam belanja infrastruktur tidak dikurangi. Menurut pengalamannya, pemotongan anggaran bisa terjadi karena kondisi tertentu seperti Covid-19, tetapi persentase anggaran tetap ada.
Ketika Rapat Dengar Pendapat Komisi 7 dengan 10 Besar KKKS, ibunda dari Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzki ini menanyakan mengenai komitmen Exxon terhadap CSR di Tuban.
Selain itu, ia juga meminta komunikasi perusahaan dengan Pemerintah daerah dan masyarakat diperbaiki. Jangan hanya bicara nominal ke masyarakat. Selanjutnya Haeny mengusulkan jika melakukan CSR di Kabupaten Tuban adalah ke sektor pertanian dan nelayan.
Meski sudah berada di tingkat nasional, Haeny Relawati tetap mengingat daerah yang telah membesarkan dan telah mendidiknya hingga bisa menjadi seperti sekarang. Tuban dan Partai Golkar menjadi jembatan serta saksi bagaimana prinsip seorang perempuan bisa membuatnya tetap berkarya dengan cinta dan kasih. {redaksi}