Berita Golkar – Nusron Wahid merupakan anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Tengah II. Dapil Jawa Tengah II meliputi Jepara, Kudus, dan Demak. Serupa dengan Mujib Rohmat, Nusron Wahid juga merupakan kader Nahdlatul Ulama. Ia sedari kecil sudah dekat dengan lingkungan NU mulai dari lingkungan sekolah hingga didikan keluarga.
Masa sekolah dasar seorang Nusron Wahid dilewatinya di sebuah sekolah yang berbasis agama Islam, yakni Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Tholibin Mejobo Kudus dari tahun 1979 sampai dengan tahun 1985. Selanjutnya, pendidikan SMP-nya pun ia lewati di institusi pendidikan Islam dengan bersekolah di MTS Qudsiyyah Kudus pada tahun 1987-1990.
Lingkungan keagamaan memang sudah menjadi kewajaran bagi seorang Nusron Wahid sampai-sampai pendidikan sekolah menengah atasnya pun kembali ia lanjutkan di institusi pendidikan berbasis agama MA Qudsiyyah Kauman Kudus pada tahun 1990 sampai 1993.
Nusron Wahid baru lepas dari lingkungan pendidikan keagamaan ketika ia memutuskan melangkah jauh ke Jakarta ketika diterima oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di tahun 1993. Meski masuk ke universitas bergengsi di tanah air ini, Nusron Wahid tidak meninggalkan NU di belakangnya. Sembari berkuliah, ia juga turut aktif sebagai kader organisasi underbow NU, PMII (Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
Selain itu di masa menjelang ia lulus kuliah pada tahun 1995-1999, Nusron Wahid juga sempat berkarier secara akademik dan profesional sebagai Peneliti Lembaga Pratana Pembangunan VI serta Wartawan Bisnis Indonesia. Kedua kariernya ini dijalani pada medio tahun yang sama.
Tidak hanya dua pekerjaan, Nusron Wahid juga mengambil kesempatan sebagai asisten dosen dan mengajar di Fakultas Ilmu Budaya UI sejak tahun 1996 sampai 1997. Di tahun 1998 atau bertepatan dengan era reformasi Nusron Wahid berhasil meraih gelar sebagai sarjana sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI.
Selang dua tahun kemudian, Nusron Wahid atas latar belakang keilmuan dan jejaring organisasinya, Nusron Wahid mendapatkan pekerjaan sebagai Staf Ahli Kementrian BUMN pada tahun 2000-2001. Pekerjaan itu tidak lama dilakoninya, sebab pada tahun yang sama atau pada tahun 2000, dirinya terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII untuk periode masa jabatan 2000-2003.
Menjalani amanah jabatan sebagai pucuk pimpinan organisasi mahasiswa Nahdlatul Ulama PMII, keuletan seorang Nusron Wahid membuatnya tidak hanya menjalani satu aktivitas. Terbukti, di selang waktu ia memimpin PMII, Nusron Wahid juga bekerja di dua lembaga yakni sebagai Konsultan Peneliti PT Arzka Dian Kobar pada tahun 2000-2002 dan Staf Ahli Sekretariat Jenderal Kemenkeu di tahun 2001-2002.
Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah pada 12 Oktober 1973 ini kemudian masuk ke politik praktis di medio tahun 2001. Walaupun ia adalah kader NU, alih-alih memilih partai yang berbasis NU secara kuat, Nusron Wahid justru memilih Partai Golkar sebagai pilihan politiknya.
Sebagai afirmasi dari pilihan politiknya, di tahun 2004, Nusron Wahid mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Golkar di Dapil Jateng II. Nusron Wahid berhasil terpilih hanya dengan meraih 13.157 suara. Meski terlihat kecil, angka pilihan partai di Dapil ini sangat besar, hingga Nusron Wahid melenggang ke Senayan.
Karir politiknya terus berlanjut ketika ia berhasil terpilih kedua kalinya pada periode 2009-2014. Di periode ini jumlah suara Nusron Wahid melonjak drastis dengan raihan mencapai 130.542 suara. Pada periode pertama dan keduanya ini, Nusron Wahid ditempatkan oleh Fraksi Partai Golkar di komisi VI di DPR RI.
Di komisi ini ia bertugas sebagai pengawas kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN, dan Standardisasi Nasional.
Pada Bulan Januari 2011 namanya semakin dikenal karena ia berhasil terpilih sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang memiliki afiliasi dengan organisasi agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Pemilihan ketua organisasi pemuda NU tersebut dilangsungkan sebanyak dua putaran. Putaran pertama terdapat sepuluh kandidat yang maju.
Hasilnya, Nusron memperoleh 257 suara, Marwan Ja’far 183 suara, Khatibul Umam Wiranu 40 suara, Syaifullah Tamliha 24 suara, Anwar 1 suara, Choirul Sholeh 1 suara, Malik Haroemen 1 suara, Munawar Fuad 3 suara, dan Yoyo Arifianto 1 suara. Dari hasil itu hanya Nusron dan Marwan yang layak lolos melanjutkan putaran kedua.
Di putaran selanjutnya, Nusron Wahid akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor setelah mengalahkan Marwan Jakfar yang juga merupakan seorang politisi dari PKB. Nusron Wahid mengungguli Marwan Jafar dengan 345 dari jumlah total suara 506 suara.
Kemenangannya menimbulkan polemik setelah sebelumnya terjadi perdebatan tentang aturan batasan usia calon ketua umum yang maksimal 40 tahun. Namun masalah tersebut dapat ditangani ketika Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, turun tangan.
Setelah resmi terpilih, ia mencoba untuk mengembangkan unit usaha sebagai pondasi ekonomi dalam menjalankan organisasi. Oleh karena itu, semua unit usaha yang dilakukan oleh kader Ansor digalakkan untuk membangun organisasi yang maksimal.
Selain ranah ekonomi, Nusron juga memperkuat kaderisasi anggotanya untuk mempersiapkan kader-kader penerus di organisasinya tersebut. Selain itu, Majelis Dzikir juga ditingkatkan keberadaannya oleh politisi muda dari partai Golkar ini.
Pada Pemilu 2014, Nusron Wahid memiliki masalah dengan internal Partai Golkar. Sebab ia memiliki pilihan politik berbeda dengan partai tempatnya bernaung pada Pilpres 2014. Saat itu, Partai Golkar secara kelembagaan memilih untuk mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Tetapi Nusron Wahid bersama Poempida Hidayatullah dan Agus Gumiwang Kartasasmita memilih menyeberang.
Mereka bertiga mendukung pasangan lawan Jokowi-Jusuf Kalla dan berakhir dipecat oleh kepengurusan DPP Partai Golkar saat itu. Pada akhirnya, Jokowi-Jusuf Kalla berhasil memenangkan Pilpres 2014 hingga Nusron Wahid menuai hasil pilihannya meskipun sempat dipecat oleh Partai Golkar.
Gejolak dinamika politik di Partai Golkar atas kemenangan Jokowi-JK di Pemilu 2014 membuat pemecatan tiga kader itu dibatalkan dan keanggotaannya di partai beringin ini dipulihkan.
Tidak hanya itu, pada 27 November 2014, Nusron Wahid pun kemudian mendapat jabatan strategis sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atas imbal mendukung pemenangan Jokowi-JK.
Jabatannya sebagai Kepala BNP2TKI berakhir seiring periode kepemimpinan Jokowi-JK usai. Ia kembali lagi ke Partai Golkar dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI pada Pemilu 2019 dari Dapil Jateng II. Pada Pemilu 2019, Nusron Wahid mendapat raihan sebanyak 122.571 suara dan berhasil melenggang ke Gedung DPR, Senayan. Periode 2019-2024, menggenapi keterpilhan Nusron Wahid di DPR RI hingga sebanyak 3 kali.
Berbeda dari periode-periode sebelumnya, di periode 2019-2024, Nusron Wahid oleh Fraksi Partai Golkar ditempatkan di Komisi VI dan kini dirotasi untuk menempati Komisi XI DPR yang membidangi urusan Keuangan dan Perbankan.
Selama berkarier di Gedung Senayan DPR RI ini, banyak hal yang sudah dilakukan oleh Nusron Wahid diantaranya adalah pembahasan restrukturisasi anak perusahaan PT. Pertamina (Persero), rapat pendalaman pada perusahaan BUMN penerima dana pinjaman Perum Perumnas, PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan PT. Perkebunan Nusantara III Holding (Persero).
Lalu rapat pembahasan pendalaman terkait penerima dana talangan tahun anggaran 2020 PT. Garuda Indonesia, kemudian rapat pembahasan program Penyertaan Modal Negara (PMN) Tahun 2020 PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Hutama Karya, PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, PT. Permodalan Nasional Madani dan PT. PANN Multi Finance serta rapat-rapat dan kerja-kerja legislasi lainnya. {redaksi}