Menperin Agus Gumiwang Dorong Peningkatan Daya Saing dan Perluasan Ekspor Industri Otomotif

Berita GolkarMenteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong peningkatan daya saing, penerapan industri hijau, serta perluasan pasar ekspor industri otomotif nasional.

Hal tersebut disampaikan Menperin sebagai harapan terhadap salah satu produsen aki terbesar domestik PT Yuasa Battery Indonesia yang berperan penting dan telah berkontribusi aktif dalam penguatan sektor komponen otomotif nasional.

“Kami berharap Yuasa sebagai market leader dalam produk aki kendaraan juga terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan pasar produk-produk tersebut, sehingga target NZE yang dicanangkan pemerintah pada 2060, bisa terlaksana dengan waktu yang sudah ditargetkan Kemenperin, yaitu 10 tahun lebih cepat, pada 2050,” kata dia di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

PT Yuasa Battery memproduksi berbagai jenis aki, termasuk aki kering (maintenance-free), aki basah, dan baterai industri seperti Valve Regulated Lead Acid (VRLA) dan deep cycle. Produk-produk ini telah memenuhi standar nasional dan internasional, serta didukung oleh laboratorium uji mutu bersertifikasi ISO 9001:2015 dan ISO 14001:2015.

Hingga saat ini, PT Yuasa telah mampu memproduksi sekitar 9 juta unit aki motor dan 1,2 juta unit aki industri setiap tahunnya.

Selain itu, kontribusi Yuasa tidak hanya dalam bentuk produk, tetapi juga dalam pembentukan ekosistem industri nasional. Melalui kemitraan dengan berbagai pelaku industri hulu dan hilir, perusahaan itu memperkuat rantai pasok nasional, dari pemasok bahan baku lokal hingga penyedia sistem energi cadangan untuk sektor telekomunikasi, perbankan, dan industri kendaraan.

Dijelaskan Menperin, pihaknya mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing melalui otomatisasi, digitalisasi, dan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

“Kami sangat terbuka untuk perusahaan bisa bekerja sama dengan SMK, politeknik, dan balai- balai Kemenperin, guna menyuplai tenaga kerja yang kompeten dan adaptif terhadap perkembangan teknologi,” katanya.

Selanjutnya, memperkuat jejak di pasar global, dengan kapasitas produksi dan standar mutu yang tinggi, Yuasa memiliki potensi besar untuk menjadi export champion.

Pihaknya akan mendukung perluasan pasar global melalui fasilitas promosi dagang, dan penguatan branding produk Indonesia di luar negeri.

Selain itu, selaras dengan komitmen nasional terhadap pembangunan berkelanjutan, perusahaan industri termasuk Yuasa, harus menjalankan prinsip industri hijau, serta dapat bersinergi dalam ekosistem baterai nasional.

“Saya mendorong Yuasa untuk menargetkan sertifikasi Green Industry Label, tentu prosesnya akan kami kawal,” jelas Menperin.

Menperin berharap, setelah lima dekade perjalanannya, PT Yuasa dapat terus memberi kontribusi besar dalam menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh, mandiri, dan berkelanjutan.

“Saya percaya, dengan visi dan inovasi yang terus diperkuat, Yuasa akan tetap relevan dan menjadi pemimpin dalam industri baterai Indonesia, bahkan di tingkat global,” kata dia.

Berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia Tahun 2023 mencapai 255,96 miliar dolar AS, merupakan yang tertinggi dari yang sebelumnya pernah dicapai.

Nilai tersebut menempatkan Indonesia dalam 12 besar negara manufaktur dunia, serta yang terbesar ke-5 di Asia, di bawah China, Jepang, India, dan Korea Selatan. Di ASEAN, nilai MVA Indonesia menjadi yang tertinggi, jauh melampui nilai MVA negara-negara ASEAN termasuk Thailand dan Vietnam.

Rata-rata MVA dunia adalah 78,73 miliar dolar AS, sementara Indonesia mencatatkan rerata historis sebesar 102,85 miliar dolar AS. Menurut data BPS, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan I 2025 mencapai 4,31 persen.

Meskipun pertumbuhannya menurun, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB pada triwulan I 2025 yaitu sebesar 17,50 persen, tercatat mengalami kenaikan baik secara q-to-q atau naik 0,19 persen, maupun secara y-o-y 00,3 persen.

“Saya ingin men-challenge siapapun itu, yang mengatakan bahwa Indonesia sedang dalam tahap deindustrialisasi, sama sekali tidak benar. Bisa terlihat dari data yang saya sampaikan terkait MVA, catatan ekspor dan impor yang berasal dari industri manufaktur, serta capaian investasi dari industri manufaktur,” kata Menperin. {}