Berita Golkar – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara mengenai kabar terbaru PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Meskipun tidak secara gamblang, Agus mengatakan bahwa Sritex bangkrut.
“Itu harus kita pelajari mengapa bangkrut,” ungkap Agus Gumiwang merespons pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).
Menurut Agus ia belum memastikan mengapa pabrik tekstil terbesar se-Asia Tenggara ini bisa bangkrut. Apakah karena kondisi industri tekstil yang tengah terpuruk atau ada penyebab lain.
“Ya kita mesti lihat model bisnisnya seperti apa di Sritex Group, apakah bangkrutnya murni karena tekstil, apakah ada masalah-masalah yang dihadapi pusat,” terangnya.
Dalam kesempatan itu ia juga menjelaskan pelemahan Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat ini juga belum mempengaruhi sektor manufaktur. “Terkait dengan pelemahan rupiah, industri atau manufaktur resilience pada dasarnya seperti itu. memang ada tantangan tapi saya kira ketahanan kita tetap tinggi,” terangnya.
Melansir keterangan resmi di laman IDX, manajemen Sritex membantah perusahaannya mengalami kebangkrutan. Bahkan perseroan masih beroperasi karena belum ada keputusan pailit dari pengadilan.
“Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” tulis Direktur Keuangan Sritex Welly Salam, Senin (24/6/2024).
Terkait dengan pemenuhan kewajiban keuangan kepada seluruh kreditur, Welly menjelaskan perseroan telah melakukan permohonan relaksasi dan sudah diberikan persetujuan. Adapun penyebab penurunan pendapatan secara drastis dijelaskan akibat dari pandemi Covid – 19 dan persaingan di industri tekstil global.
Dimana kondisi geopolitik perang di Rusia – Ukraina serta Israel – Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain juga penurunan ekspor. “Karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan oversupply tekstil di China menyebabkan dumping harga menyasar negara di luar eropa dan China. menurutnya Situasi geopolitik dan gempuran produk China juga masih berlanjut sehingga penjualan belum bisa pulih. {sumber}