Berita Golkar – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan indeks manajer pembelian atau purchasing manager’s index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Maret berada di level tertinggi selama 2,5 tahun.
Indeks tersebut didapat dari laporan S&P Global yang mencatat PMI Manufaktur pada bulan Maret berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian bulan Februari yang menyentuh angka 52,7.
“Sektor manufaktur Indonesia sedang berada pada posisi ekspansif selama 31 bulan berturut-turut. Ini sejalan juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Maret yang sama-sama berada pada fase ekspansi, dengan level 53,05,” kata Menperin, di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan kinerja PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI manufaktur negara-negara lain yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia 48,4, Thailand 49,1, Vietnam 49,9, Jepang 48,2, Korea Selatan 49,3, Jerman 41,6, Prancis 45,8, serta Inggris di angka 49,9.
Menurutnya, untuk terus menaikkan nilai ekonomi, dan meningkatkan performa sektor manufaktur, diperlukan dukungan kebijakan yang strategis seperti pemberlakuan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di semua sektor industri.
“Apabila semua sektor industri bisa mendapat harga gas yang kompetitif, tentu akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional serta mendongkrak daya saing produk industri kita. Kami juga optimistis PMI Manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi lagi jika program HGBT berjalan dengan baik dan diakses semua industri,” katanya lagi.
Adapun merujuk data yang dicatat pihaknya, kebijakan HGBT sangat dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha. Seperti halnya pada tahun 2023, kenaikan pajak dari industri pengguna HGBT meningkat sebanyak 32 persen dibanding tahun 2019.
Kemenperin juga mencatat telah terealisasi investasi sebesar Rp41 triliun pada tahun 2023, serta adanya potensi investasi di sektor petrokimia, baja, keramik, dan kaca sebesar Rp225 triliun.
Selain itu, dampak positif lainnya selama tahun 2020-2023 adalah peningkatan ekspor sebesar Rp84,98 triliun, peningkatan penerimaan pajak Rp27,81 triliun, peningkatan investasi Rp31,06 triliun, dan penurunan subsidi pupuk mencapai Rp13,3 triliun.
“Yang harus menjadi pertimbangan adalah bahwa HGBT telah mampu meningkatkan pendapatan APBN. Setiap pengeluaran sebesar Rp1, mampu memberikan pendapatan pengganti bagi negara sebesar Rp3,” ujar Menperin.
Pada sisi lain, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Kiki Verico menyatakan bahwa Indonesia saat ini tidak dalam fase deindustrialisasi. Hal itu karena industri manufaktur Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang positif.
Oleh karena itu, ia mengatakan kementerian lain perlu mendukung langkah yang telah dijalankan oleh Kemenperin guna memperkuat sektor industri manufaktur.
“Jadi, bagaimana kita menarik investasi masuk kemudian meningkatkan ekspor. Nah, di sini peran Kemenperin bersama Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi (BKPM) harus harmonis, termasuk kebijakannya. Jangan sampai kebijakan di perindustrian itu mendukung industri, sedangkan perdagangan dan investasinya tidak, kan jadi repot,” katanya lagi. {sumber}