Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Soroti Banyak Rumah Ibadah Belum Bersertifikat di Lampung

Berita GolkarMenteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti tingginya intensitas konflik agraria di Provinsi Lampung. Dia menilai persoalan tanah di Bumi Ruwa Jurai itu tidak hanya kompleks, tapi juga rentan memicu gesekan sosial.

“Masalah tanah di Lampung masuk kategori intensitas sangat tinggi. Ada permintaan dari Pak Gubernur dan para bupati agar pengelolaan HGU dan pemanfaatan tanah bisa memberikan manfaat langsung ke masyarakat dan pemerintah daerah,” kata Nusron saat kunjungan kerja ke Kantor Gubernur Lampung, Selasa (29/7/2025), dikutip dari Liputan6.

Dia bilang, banyak lahan di Lampung dikuasai korporasi. Hal itu menciptakan ketimpangan dan memicu rasa ketidakadilan di tengah masyarakat.

“Keluhan dari kepala daerah muncul karena masyarakat merasa tidak punya akses terhadap tanah di daerah sendiri,” bebernya.

Pemerintah daerah, lanjut Nusron, mendorong Kementerian ATR/BPN untuk menata ulang struktur kepemilikan dan penguasaan lahan agar lebih berpihak kepada rakyat.

“Akses rakyat terhadap tanah harus dibuka lebar, baik untuk kepentingan usaha maupun ketahanan pangan,” katanya.

Tanah Wakaf Minim Sertifikat, Lampung Rawan Gesekan Sosial

Dalam pertemuan bersama Forkopimda dan kepala daerah se-Lampung, Nusron juga menekankan urgensi percepatan sertifikasi tanah wakaf dan rumah ibadah.

Menurut dia, minimnya dokumen legal atas tanah wakaf sangat berisiko menimbulkan sengketa, terutama di tengah gencarnya pembangunan.

Data Kementerian ATR/BPN mencatat, dari total 761.909 bidang tanah wakaf dan tempat ibadah di Indonesia, baru 38 persen yang tersertifikasi. Di Lampung, dari 31.294 rumah ibadah, baru 6.732 yang mengantongi sertifikat.

“Artinya baru 21,5 persen yang bersertifikat. Ini angka yang memprihatinkan,” ujar dia.

Dia menargetkan Kantor Wilayah BPN Lampung dapat menuntaskan setidaknya 8.000 sertifikasi tanah wakaf per tahun selama tiga tahun ke depan.

“Kalau ada sekitar 25 ribu bidang tanah wakaf yang belum bersertifikat, ya kita selesaikan bertahap,” jelasnya.

Nusron juga mengingatkan potensi konflik atas tanah wakaf biasanya mencuat ketika ada proyek-proyek strategis nasional, seperti jalan tol, pabrik, atau bendungan.

“Konflik seringkali berakar dari administrasi tanah yang tidak tertib,” ungkap dia.

Lebih jauh, dia juga menyinggung tumpang tindih kepemilikan tanah akibat keberadaan sertifikat KW456, dokumen yang diterbitkan antara 1961 hingga 1997 tanpa peta kadastral. Di Lampung, terdapat 462.272 bidang tanah dalam kategori tersebut.

“Jenis sertifikat ini rentan konflik karena tidak terpetakan secara presisi. Harus segera dimutakhirkan,” tegas Nusron.

Nusron menjelaskan, sertifikasi tanah wakaf juga mensyaratkan adanya Akta Ikrar Wakaf (AIW) dari Kementerian Agama. Tanpa dokumen itu, BPN tidak dapat memproses sertifikat tanah wakaf.

“Ini yang sering jadi kendala di lapangan,” katanya. {}