Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Ungkap 14,5 Juta Hektare Lahan APL Belum Terdata

Berita GolkarMenteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkapkan masih terdapat 14,5 juta hektare lahan di Indonesia yang belum terpetakan. Jutaan lahan tersebut, kata dia, dikategorikan Areal Pengguaan Lain (APL) namun belum terdaftar secara resmi dalam sistem administrasi pertanahan nasional.

“Sebagian besar lahan yang belum terpetakan ini berada di wilayah-wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua,” ujar Nusron saat berbicara dalam diskusi Ikatan Surveyor Indonesia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (6/8/2025), dikutip dari Tempo.

Nusron menjelaskan, dari total 190 juta hektare luas daratan Indonesia, sekitar 120 juta hektare dikategorikan sebagai kawasan hutan. Namun, ia mengatakan kondisi di lapangan menunjukkan banyak area yang secara fisik sudah tidak lagi berhutan namun masih tercatat sebagai hutan dalam peta.

Sementara itu, 70 juta hektare sisanya masuk dalam kategori Areal Penggunaan Lain (APL), yang menjadi wilayah tanggung jawab Kementerian ATR/BPN. Dari jumlah tersebut, baru 55,5 juta hektare yang telah berhasil dipetakan dan terdaftar secara resmi. Artinya, masih ada sekitar 14,5 juta hektare lahan APL yang belum tersentuh pemetaan maupun legalisasi pertanahan.

Ia mengatakan saat ini pemetaan APL di Pulau Jawa sudah melebihi rata-rata nasional sebesar 79,4 persen, bahkan mencapai lebih dari 90 persen. Namun kondisinya berbeda dengan kawasan lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Di pulau tersebut tingkat pemetaannya masih berada di bawah 60 persen, bahkan ada yang di bawah 50 persen.

“Masih banyak ruang terbuka di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Tapi tantangannya bukan hanya luas wilayah, tapi juga kondisi medan yang berat. Ini yang membuat proses pemetaan dan verifikasi menjadi sangat kompleks,” kata Nusron.

Lebih lanjut, Nusron menyoroti pentingnya sinkronisasi data peta antara APL dan kawasan hutan. Penyesuaian data dan pemetaan ini menjadi pekerjaan utama dalam program Registrasi Tanah Sistematis Lengkap (RTSL) dan Rencana Gugus Tugas Reforma Agraria (RGTBN).

“Saat ini masih banyak terjadi ketidaksesuaian antara peta utama dan peta APL yang diajukan. Ini membuat aparatur BPN menjadi langganan dipanggil oleh aparat penegak hukum,” ujarnya.

Kendati demikian, Nusron optimistis dengan perkembangan terkini. Ia menyebut terdapat dua momentum penting untuk mendorong percepatan dan akurasi pemetaan. Pertama adanya dukungan politik dan kelembagaan dari Subjek PKR (Percepatan Konsolidasi Reforma Agraria). Kedua, Menteri Kehutanan saat, Raja Juli Antoni, merupakan mantan Wakil Menteri ATR/BPN.

“Sekarang kami yang masuk, sama-sama memahami dua halaman, baik kehutanan maupun pertanahan. Ini momentum yang sangat baik untuk menyelesaikan tumpang tindih peta APL dan hutan secara bersama-sama,” ujarnya. {}