Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia Incar Elektrifikasi 100 Persen di Tahun 2029

Berita GolkarPresiden Prabowo Subianto menargetkan semua desa di Indonesia sudah menikmati listrik pada 2029. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun bekerja keras untuk mewujudkan perintah tersebut.

Bahlil menegas­kan, elektrifikasi 100 persen bukan sekadar target teknis, melainkan misi kemanusiaan. Ia bercerita, baru saja kembali dari Papua, Sulawesi, dan Maluku. Di pelosok, masih banyak warga yang hidup ditemani lampu pelita.

“Saya enggak mau anak-anak sekarang merasakan yang saya ra­sakan waktu kecil,” ujar Bahlil saat ditemui di kompleks Widya Candra, Jakarta, Jumat (15/8/2025), dikutip dari RakyatMerdeka.

Menurutnya, listrik desa adalah investasi masa depan bangsa. “Anak-anak kampung itu siapa tahu nanti jadi jenderal, konglomerat, menteri, bahkan presiden. Menyediakan listrik itu mempersiapkan infrastruktur masa depan, melahirkan generasi emas,” tegasnya.

Mantan Ketua Umum HIPMI itu mengaku paham betul hidup di desa tanpa listrik. “Saya lahir bukan di bidan kampung, tapi dukun beranak. Lampunya lampu pelita. Untung lahir jam 9 pagi. Kalau malam… wallahualam,” kenangnya sambil tertawa.

Dalam wawancara ini, Bahlil di­dampingi Juru Bicara Menteri ESDM Dwi Anggia. Dari Rakyat Merdeka hadir CEO RM Group Kiki Iswara Darmayana, bersama Direktur Pem­beritaan Ratna Susilowati.

Berikut petikan lengkap perbincangan kami:

Presiden berharap ketahanan energi menjadi salah satu pijakan selama lima tahun ini. Bagaimana Pak Menteri mewujudkan harapan tersebut?

Pertama saya ingin sampaikan, dalam program Bapak Presiden Asta Cita, soal energi itu ada dua. Pertama, ketahanan energi yang mengarah kepada sumber daya energi. Kedua, transisi energi. Ini dua hal berbeda.

Saya bicara ketahanan energi dulu ya. Dalam konteks minyak, kita pernah mengalami fase luar biasa di tahun 1996–1997. Produksi kita mencapai 1,5–1,6 juta barel per hari. Konsumsi waktu itu hanya sekitar 500–600 ribu barel per hari. Artinya, kita bisa ekspor 1 juta barel, dan pada tahun itu 40% pendapatan negara (APBN) berasal dari sek­tor minyak.

Di 2024, lifting kita hanya 580 ribu barel per hari, semen­tara target APBN 635 ribu barel per hari. Untuk 2024–2025, Presiden menetapkan target 605 ribu barel per hari. Per Juni lalu, produksi kita sudah di angka 608 ribu barel per hari. Insyaallah, rata-rata sampai akhir Desember akan tercapai 605 ribu barel per hari. Ini sejarah baru, karena sejak 2008 pasca-reformasi, target lifting kita tidak pernah tercapai.

Bagaimana dengan kondisi gas kita?

Gas kita banyak. Dari total produksi, 31 persen diekspor. Sisanya untuk domestik. Tapi masalahnya ada di LPG. Kita impor LPG, bukan natural gas, karena bahan baku LPG (C3, C4) memang kita tidak punya.

Makanya, Pak Prabowo men­dorong substitusi impor. Salah satunya membangun DME (Di­methyl Ether) dari batubara (gasifikasi batubara). Tujuan­nya swasembada energi. Jadi, energi itu jangan diartikan hanya minyak dan gas. Kita bisa memanfaatkan sumber daya lain untuk substitusi. Saat ini kita impor LPG 6,9 juta metrik ton per tahun, dengan konsumsi total 8,9 juta metrik ton. Subsidi LPG mencapai Rp 87 triliun per tahun, dan devisa yang ke­luar bisa sampai Rp 61triliun. Kalau ini bisa kita substitusi, masalahnya selesai.

Mengenai transisi energi. Bagaimana strategi Pemerintah?

Kita sudah sepakat mendo­rong net zero emission tahun 2060, sesuai Paris Agreement. Walaupun Amerika keluar dari kesepakatan itu, Presiden tetap konsisten. Beberapa negara Eropa bahkan mulai memper­timbangkan kembali pembang­kit batubara karena harga gas mahal.

Kita harus hati-hati. Kalau harga listrik tidak naik, negara harus menanggung subsidi besar.

Karena itu, transisi energi harus pakai teknologi dengan Capex terjangkau, supaya be­ban negara tidak terlalu be­rat. Presiden Prabowo sedang merancang program pembangkit listrik tenaga surya 1 MW per desa.

Terkait panel surya, bagaimana pemenuhannya?

Kapasitas industri kita saat ini sekitar 5 GW dan Trina sebagai produsen terbesar panel surya sudah memiliki pabrik di Kendal dengan kapa­sitas 1 GW. Target 2040 butuh jauh lebih besar. Makanya, saya ke China untuk melihat pabrik Trina Solar, produsen panel surya terbesar di du­nia. Mereka mau investasi di sini, tapi skalanya kecil. Jadi, sebagian mungkin dibangun di Indonesia, sebagian dibeli dari luar dan dirakit di sini, agar memenuhi TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dan harga lebih murah.

Program ini manfaatnya untuk apa saja di desa?

Program 1 MW per desa akan dibiayai pemerintah. Ven­dor bisa BUMN atau swasta. Satu MW di satu desa akan meng-cover kebutuhan koperasi, storage, kendaraan listrik, dan mengurangi subsidi. Nantinya, koperasi desa bisa mengelola ini sebagai badan usaha.

Bagaimana konsep elektrifi­kasi di desa yang dikelola oleh masyarakatnya sendiri?

Konsepnya lagi disusun. Bisa saja nanti jadi bagian BUMDes atau Kopdes. Tapi belum final. Goals-nya jelas agar desa ber­dikari energi. Artinya, jaringan listriknya tidak lagi panjang-panjang, tapi lokal. Sekarang kita masih punya sekitar 5.700 desa yang belum punya listrik dan 4.400 dusun yang belum terlistriki. Kadang saya datang ke desa itu sampai menangis. Saya punya cerita. Saya lahir itu belum ada listrik. Ibu saya cerita saya lahir itu bukan di bidan kampung, tapi dukun beranak. Di kampung saya disebut “mama biang”, bukan pakai suster, bukan di rumah sakit. Lampunya bukan petromax, cuma lampu pelita. Untung saya lahir jam 9 pagi, jadi sudah terang. Kalau malam… wallahualam. Jadi listrik desa ini penting.

Kalau konsep ini jalan, siapa yang membangun? Desa sendiri?

Tidak mungkin mereka bangun sendiri. Negara harus hadir. Nantinya, di atasnya akan ada perusahaan yang mengelola. Tidak boleh parsial. Kalau BUMDes sudah mampu, silakan. Tapi kalau masih uji coba, jangan diserahkan dulu.

Ada insentif khusus bagi perusahaan atau koperasi yang mau membantu elektrifikasi desa?

Pasti ada. Harga jual listrik kan ditentukan pemerintah lewat keputusan menteri. Kita kasih “sweetener” supaya ekonomis dan menarik bagi investor.

Jadi, kapan 100 persen wilayah Indonesia bisa terlistriki?

Saya sudah lapor ke Presiden Prabowo. Beliau bilang, satu periode ini, 2024 sampai 2029 harus selesai. Kalau ini terjadi, insyaallah jadi amal ibadah kita. Masa Indonesia sudah merdeka hampir 80 tahun, masih banyak desa belum teraliri listrik? Saya kemarin ke Papua, Sulawesi, Maluku. Masih ada yang pakai lampu pelita. Saya sampai me­renung, Untung dulu saya bisa sekolah, kalau enggak, mungkin hidup saya seperti itu. Saya tidak mau anak-anak sekarang merasakan yang saya rasakan waktu kecil.

Kita enggak tahu, anak-anak kampung itu suatu hari bisa jadi apa. Jadi jenderal, konglomerat, menteri, bahkan presiden. Menyediakan listrik bagi desa-desa sama artinya mempersiapkan infrastruktur masa depan bangsa. Dari situ akan lahir generasi emas.

Saya sendiri dulu SD-nya di SD Inpres. Jadi saya tahu rasanya hidup di desa dan seko­lah dengan keterbatasan. Itulah kenapa saya ingin memberi ke­sempatan yang lebih baik untuk generasi berikutnya.

Hilirisasi Sektor ESDM Serap Banyak Tenaga Kerja

Soal penyerapan tenaga kerja di sektor ESDM, porsi apa yang akan diprioritaskan? Karena banyak tenaga kerja muda yang segera harus ma­suk ke lapangan kerja.

Tenaga kerja itu saya bagi dua. Padat karya dan padat modal.

Kami baru saja menyelesaikan pra FS proyek prioritas Hilirisasi dan ketahanan energi dengan nilai total 38 miliar do­lar AS dari semua sektor. Secara umum, potensi hilirisasi ini memang 90 persen di antaranya berasal dari sektor ESDM. Ini proses untuk menciptakan lapangan kerja bagi anak-anak kita yang punya skill. Saran saya, ambil jurusan yang lang­sung bisa terserap di pasar kerja. Yang kedua, padat karya juga harus jalan. Ini terma­suk sektor pertanian, kelautan, sampai pertambangan. Kita wajibkan pekerjaan yang bisa dikerjakan manusia diprioritas­kan dulu, walau biayanya mung­kin lebih mahal dibanding pakai mesin. Karena tujuan investasi itu bukan cuma untung, tapi juga menciptakan lapangan kerja.

Sebagai Ketua Satgas Hilirisasi, saya harus konsisten menjalankan perintah Presiden Prabowo. Menteri itu pembantu. Pembantu enggak punya visi-misi sendiri, tugasnya mewujud­kan visi-misi presiden.

Jadi program sekarang adalah bekerja keras mensukseskan per­tanian, pangan, dan hilirisasi yang sudah dicanangkan Presiden Prabowo. Saya harus men­jamin, memastikan, dan mencari cara agar semua perintah itu terwujud demi kebaikan rakyat, wibawa negara, dan masa depan bangsa. {}