Berita Golkar – Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyampaikan kritik pada itung-itungan PPN 12 persen dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Ia menilai, aturan pelaksanaan PPN 12 persen di aturan tersebut sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan. Padahal, kata dia, perintah Presiden Prabowo Subianto soal PPN 12 persen hanya untuk barang mewah sudah sangat jelas.
“Anehnya, perintah yang sudah jelas tersebut tidak bisa diterjemahkan dengan jelas oleh para birokrat di Kementrian Keuangan khusunya Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sehingga aturan pelaksanaannya di PMK sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan dalam penerapannya karena menggunakan dasar pengenaan dengan nilai lain 11/12,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2024), dikutip dari Jawa Pos.
Selain itu, dia juga melayangkan kritik untuk pernyataan DJP soal Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain 11/12 agar tak multitarif. Menurut Misbakhun, tidak ada larangan multitarif dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Itu sebabnya, kata dia, tidak dilarang jika pemerintah menerapkan tarif PPN 11 persen dan 12 persen secara bersamaan. “Di mana ada penafsiran tunggal seakan-akan UU HPP tidak bisa menerapkan tarif PPN dengan multitarif. Padahal sangat jelas bahwa UU HPP Pasal 7 tidak ada larangan soal multitarif PPN. Sehingga tidak ada larangan soal penerapan tarif PPN 11 persen dan PPN 12 persen diterapkan bersamaan sekaligus,” jelasnya.
Lebih lanjut, Misbakhun justru mempertanyakan loyalitas Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo kepada Presiden Prabowo. Pasalnya, aturan yang tertuang dalam PMK 131/2024 ditetapkan dengan menerapkan DPP nilai lain.
“Tarif PPN 11 persen untuk yang tidak naik dan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah. Tetapi ketika PMK 131 membuat dasar perhitungan yang membingungkan dunia usaha dalam penerapan tarif PPN 11 persen yang tidak naik dengan menggunakan istilah dasar pengenaan lain maka ini menimbulkan pertanyaan soal loyalitas birokrat di Direktorat Jenderal Pajak khusus dirjen pajak dalam menterjemahkan perintah Bapak Presiden Prabowo yang sudah jelas,” jelasnya.
Misbakhun juga mengatakan bahwa Presiden Prabowo menghendaki tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen dan bukan 12 persen untuk barang/jasa yang bukan barang mewah. Tetapi, kata dia, dalam peraturan tersebut menyampaikan bahwa tarif PPN yang berlaku adalah 12 persen.
Memang Dasar Pengenaan Pajak atau faktor pengalinya menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual dengan hasil akhir nilai PPN yang dipungut tetap 11 persen atau PPN tidak mengalami kenaikan tarif.
“Tetapi peraturan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, di mana beberapa perusahaan retail telah memungut PPN sebesar 12 persen seperti yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak dalam Media Briefing 2 Januari 2025,” pungkasnya. {}