Berita Golkar – Suara itu mengalun dari Senayan, menembus dinding beton markas besar TNI. Umbu Rudi Kabunang, anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Komisi XIII yang membidangi hukum dan HAM, melempar seruan yang tak bisa diabaikan: tindak tegas para pelaku, bersihkan institusi, demi hak asasi manusia. “Semua pelaku harus diungkap dan dihukum seberat-beratnya, bahkan dikeluarkan dari TNI,” ujarnya, Sabtu (9/8/2025) kepada Golkarpedia.
Baginya, tragedi kematian Saputra Namo bukan sekadar kasus kriminal, melainkan ujian besar komitmen negara untuk melindungi setiap warganya dari kekerasan, termasuk prajuritnya sendiri.
Nada bicaranya tak sekadar menggema di ruang wawancara. Ia meluncur sebagai seruan politik sekaligus peringatan moral: tak boleh ada satu pun kasus kematian prajurit di tangan sesama prajurit yang menguap begitu saja.
“Mereka harus dipecat dari institusi TNI. Proses hukum harus transparan dan objektif, karena ini menyangkut hak asasi manusia, hak hidup, hak mendapat perlindungan dari negara,” tegas Ketua Depidar SOKSI NTT ini.
Di Kuanino Kupang, kampung halaman Lucky, kabar duka itu jatuh bagai petir. Seorang prajurit muda, baru dua bulan mengabdi di Batalyon Infanteri 834/WM Nagekeo, pulang tinggal nama. Tubuhnya penuh luka lebam, sayatan, dan tanda-tanda penganiayaan. Ayahnya, Sersan Mayor Christian Namo, nyaris kehilangan kata saat menatap jasad anaknya. “Hukum mati pelaku!,” pintanya lirih, menyebut luka yang tak hanya tercetak di tubuh anaknya, tapi juga di hati keluarganya.
Bagi Umbu Rudi Kabunang, kasus ini adalah ujian komitmen negara terhadap hak paling mendasar: hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan kejam. Ia tak ingin tragedi ini menguap menjadi sekadar berita sementara. “Budaya kekerasan harus dihentikan, dimulai dari penegakan hukum yang tegas,” katanya.
Tekanan datang dari Senayan hingga markas Kodam IX/Udayana. Polisi Militer memeriksa 24 saksi dan menahan empat prajurit senior. Pangdam berjanji mengusut tuntas. Namun, Umbu Rudi mengingatkan, proses ini tak boleh berhenti di pelaku lapangan. “Harus ditelusuri rantai komando. Siapa yang membiarkan? Siapa yang tahu tapi diam?” ucapnya.
Di Kupang, prosesi pemakaman Prada Lucky pada 9 Agustus menjadi lautan duka. Tangis keluarga berpadu dengan tatapan hening warga yang memandang nisan prajurit muda itu. Bagi sebagian masyarakat NTT, kematian Lucky bukan sekadar tragedi personal, ini adalah alarm keras bagi institusi bersenjata yang seharusnya menjadi perisai rakyat.
Kronologi Tragedi Prada Lucky Namo
1. Awal Penugasan — Juni 2025, Lucky resmi menjadi prajurit TNI dan ditempatkan di Yonif 834/WM, Nagekeo.
2. Penganiayaan — Diduga dianiaya oleh empat seniornya, tubuhnya mengalami luka berat.
3. Kritis di RS — Dirawat di ICU RSUD Aeramo, namun kondisinya tak membaik.
4. Meninggal Dunia — Rabu, 6 Agustus 2025, Lucky mengembuskan napas terakhir.
5. Pengusutan — Denpom memeriksa 24 orang; empat ditahan.
6. Pemakaman — Sabtu, 9 Agustus 2025, dimakamkan di TPU Kapadala, Kupang, dengan iringan isak keluarga dan rekan prajurit.
Di Senayan, Umbu Rudi menutup pembicaraan dengan kalimat yang menggantung di udara: “Negara ada untuk melindungi setiap warganya, termasuk prajurit yang sedang bertugas. Jangan biarkan darah mereka mengering tanpa keadilan.” {}