Wow! Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Sebut 30 Juta Hektare Lahan Hanya Dikuasai 60 Keluarga di Indonesia

Berita Golkar – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia, Nusron Wahid, menegaskan komitmennya dalam mengatasi ketimpangan penguasaan lahan sebagai upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Menurut Nusron, akses terhadap tanah menjadi kunci utama untuk mengurai ketimpangan struktural dan membuka peluang ekonomi yang lebih adil bagi seluruh rakyat.

Berbicara dalam acara Silaturahim dan Halalbihalal “Ngumpulke Balung Pisah” Warga NU se-Jawa Tengah di Sekolah Nasima, Semarang, Sabtu (3/5/2025), Nusron mengungkapkan bahwa dari total 190 juta hektare tanah di Indonesia, hanya sekitar 70 juta hektare yang bisa dikelola Kementerian ATR/BPN.

Sisanya adalah kawasan hutan yang dikelola kementerian lain. Ironisnya, dari 70 juta hektare lahan APL (Area Penggunaan Lain), 46 persen atau 30 juta hektare dikuasai oleh sekitar 3.600 perusahaan yang dimiliki hanya 60 keluarga.

“Ini menunjukkan ketimpangan struktural yang sangat dalam. Bahkan ada satu keluarga yang menguasai hingga 1 juta hektare tanah,” ungkap Nusron, dikutip dari AboutSemarang.

Berdasarkan teori ekonomi dari Hernando Desoto, lanjutnya, kemiskinan tidak bisa diatasi hanya dengan bantuan sosial, melainkan dengan memberikan legal akses terhadap tanah sebagai sumber kehidupan dan ekonomi masyarakat.

Nusron menjelaskan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah memberikan mandat kepadanya untuk menata ulang pemanfaatan lahan HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan) dengan tiga prinsip utama: keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.

Ia menekankan bahwa pemilik HGU/HGB yang sudah ada tidak akan diberhentikan secara sepihak demi menjaga stabilitas ekonomi. Namun, sebagai syarat baru, seluruh pemegang hak wajib menyerahkan minimal 20 persen lahannya untuk kepentingan rakyat dalam bentuk plasma.

“Semua yang memiliki lahan HGU/HGB harus memberikan akses kepada masyarakat agar bisa ikut menanam dan berusaha, baik itu kelapa sawit, tebu, kopi, hingga avokad. Supaya kekayaan tidak berputar hanya di kelompok itu-itu saja,” tegas Nusron.

Dengan langkah ini, ia berharap pertumbuhan ekonomi bisa lebih inklusif dan menyentuh masyarakat bawah, terutama di pedesaan.

Selain pengelolaan lahan HGU/HGB, Kementerian ATR/BPN juga menargetkan percepatan legalisasi tanah wakaf di seluruh Indonesia.

Nusron menyebutkan bahwa pihaknya menargetkan legalitas 48 ribu bidang tanah wakaf, namun hingga kini baru tercatat 2.700 Akta Ikrar Wakaf (AIW).

“Untuk sertifikasi wakaf diperlukan AIW. Jadi kami mendorong agar AIW dipercepat, supaya tanah-tanah wakaf bisa segera dimanfaatkan secara optimal,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, dalam sambutannya mengakui masih banyak kendala dalam pengelolaan tanah wakaf di Jateng.

Di antaranya adalah status nadzir yang belum tersertifikasi dan konflik dengan ahli waris yang menuntut kembali tanah tersebut. Ia berharap ada kemudahan dalam proses sertifikasi nadzir agar pemanfaatan wakaf bisa segera terealisasi.

Dalam kesempatan yang sama, Nusron Wahid juga menyerahkan simbolis sertifikat tanah wakaf kepada 10 pihak penerima dari berbagai daerah di Jawa Tengah, termasuk NU, Muhammadiyah, dan masyarakat umum.

Acara ini menjadi bagian dari upaya strategis pemerintah dalam memperluas akses tanah untuk kemaslahatan umat dan pemberdayaan masyarakat.

Dengan program redistribusi lahan yang inklusif dan percepatan legalisasi wakaf, Kementerian ATR/BPN berupaya mendorong pemerataan ekonomi dan mengurangi kemiskinan ekstrem melalui kebijakan berbasis keadilan agraria.

Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat peran masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya tanah. {}