Yulisman: PLTSa Harus Jadi Benchmark Transisi Energi Nasional

Berita Golkar – Dibutuhkan investasi hingga Rp 48 triliun untuk merealisasikan keinginan pemerintah membangun 30 unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berkapasitas ±15 MW setiap unitnya.

Untuk membangun satu unit PLTSa dibutuhkan investasi US$80–100 juta, setara Rp1,3–1,6 triliun, sehingga untuk membangun 30 unit diperlukan dana investasi Rp45–48 triliun.

Proyek PLTSa tersebut juga diproyeksikan menciptakan 50 ribu lapangan kerja, serta menekan emisi karbon sebesar 2 juta ton CO?e per tahun.

“Untuk memastikan proyek ini menarik bagi investor, pemerintah harus menetapkan harga jual listrik yang kompetitif dan memberikan insentif fiskal yang mendukung keekonomian proyek,” kata anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Yulisman, dikutip dari SinarHarapan.

Selain kepastian harga, DPR menekankan percepatan izin melalui Online Single Submission (OSS) dengan SLA maksimal 60 hari.

Dari sisi pembiayaan, Yulisman mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), keterlibatan Danantara sebagai pengelola dana strategis, serta penerbitan green bond untuk memperluas basis pembiayaan. Untuk memberdayakan masyarakat, ia mengusulkan KUR Hijau bagi UMKM pengelola sampah agar bisa masuk ke rantai pasok energi hijau.

PLTSa juga dianggap sebagai kebijakan fiskal strategis. Dengan mengurangi ketergantungan pada TPA, pengeluaran daerah untuk pengelolaan sampah dapat ditekan. Sementara energi yang dihasilkan bisa mengurangi beban subsidi listrik berbasis fosil.

“Komisi XII akan mengawal agar implementasi kebijakan ini sesuai arahan Presiden. PLTSa harus menjadi benchmark proyek transisi energi Indonesia—teknologinya modern, pembiayaannya kreatif, dan dampaknya terukur,” tutup Yulisman.

Arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat proses perizinan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) hingga Desember 2025 dinilai sebagai langkah penting memperkuat bauran energi bersih sekaligus mengatasi krisis pengelolaan sampah di perkotaan.

Yulisman menyebut kebijakan ini merupakan instrumen strategis dalam kerangka transisi energi nasional.

“Instruksi Presiden ini sejalan dengan target bauran energi terbarukan 23% pada 2025 dan komitmen Net Zero Emission 2060. PLTSa bukan sekadar proyek energi, tetapi kebijakan yang menggabungkan solusi lingkungan dan ekonomi sirkular,” kata Yulisman, Rabu (6/8/2025).

Berdasarkan data KLHK melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah nasional mencapai 56,6 juta ton pada 2023, dengan tren terus meningkat. Komposisi sampah didominasi organik (41,3%) dan plastik (±20%). Lebih dari 60% sampah tersebut belum dikelola sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial.

“Jika tidak ada terobosan, krisis sampah akan menekan daya dukung kota. PLTSa hadir untuk mengonversi masalah ini menjadi energi bersih,” tegas legislator asal daerah pemilihan Riau II itu.

Dengan teknologi waste-to-energy (WTE), 1.000 ton sampah per hari dapat dikonversi menjadi 10–20 MW listrik. Target pembangunan 30 PLTSa hingga 2029 akan menambah kapasitas sekitar 450 MW, mendukung bauran energi hijau, sekaligus mengurangi timbulan sampah perkotaan hingga 18 juta ton dalam lima tahun. {}