Refleksi Akhir Tahun dan Outlook Ekonomi Tahun 2026

Berita Golkar – Dalam hitungan beberapa hari ke depan, kita akan segera mengakhiri tahun 2025 dan segera memasuki gerbang baru tahun 2026. Perjalanan waktu satu tahun terakhir, tentunya sudah banyak yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia, sehingga kita tetap bisa kokoh, kuat dan solid sebagai sebuah bangsa. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, kita yakin kondisi perekonomian nasional akan semakin baik ke depannya.

Bencana alam yang terjadi di Sumatra, khususnya di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meninggalkan duka yang mendalam bagi bangsa. Bencana tersebut telah menyebabkan terjadinya korban jiwa yang besar, banyak rumah yang hancur diterjang banjir bandang, sarana infrastruktur yang rusak berat. Kondisi tersebut, tentunya memberikan pelajaran yang berharga bagi kita semua, untuk menyelaraskan pembangunan dan menjaga kelestarian alam.

Sebagai Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, kami mendukung kesiapan Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan untuk mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 60 triliun, dalam rangka mendukung penanganan bencana banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra.

Kita berharap alokasi anggaran tersebut dapat digunakan untuk mempercepat proses tanggap darurat hingga pemulihan pasca bencana. Pemanfaatan dana tersebut perlu segera dioptimalkan oleh pemerintah di tiga provinsi terdampak.

Kondisi perekonomian nasional sepanjang tahun 2025 masih sejalan dengan target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sampai dengan Triwulan III- 2025 pertumbuhan ekonomi nasional mencapai angka 5,04%. Kita berharap pertumbuhan ekonomi pada Triwulan IV-2025 akan bisa mencapai rentang 5,2%-5,4%. pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat didukung stimulus fiskal melalui implementasi proyek prioritas dan Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2025 serta bauran kebijakan Bank Indonesia.

Akhir tahun akan mendorong Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kenaikan ekspektasi penghasilan, khususnya pada kelompok menengah ke bawah, sejalan tambahan bantuan sosial Pemerintah serta kenaikan mobilitas dan aktivitas masyarakat menjelang liburan sekolah, Natal dan Tahun Baru. Sedangkan indeks Purchasing Manufacturing Index (PMI) diharapkan tetap pada level ekspansif pada angka 5,12. Sehingga untuk tahun 2025 secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2%.

Kinerja positif juga ditunjukkan oleh neraca perdagangan Indonesia. Mengalami surplus US$35,88 miliar sepanjang periode Januari hingga Oktober 2025, atau naik US$10,98 miliar dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$51,51 miliar, sementara komoditas migas mengalami defisit US$15,63 miliar. Nilai ekspor Januari-Oktober 2025 naik 6,96 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kinerja penerimaan pajak hingga oktober 2025 menunjukkan tantangan yang tidak ringan, dengan realisasi hingga akhir Oktober baru mencapai sekitar 70.2% dari outlook Rp2.076,9 triliun atau terkontraksi dibandingkan tahun sebelumnya.

Sedangkan belanja negara hingga Oktober 2025 senilai Rp 2.593 triliun, atau setara 73,5% dari proyeksi atau outlook belanja sampai akhir tahun senilai Rp 3.527,5 triliun. Total belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.879,6 triliun atau 70,6% dari outlook, dan transfer ke daerah sebesar Rp 713,4 triliun atau 82,6% dari outlook.

OUTLOOK EKONOMI TAHUN 2026

Tahun 2026 merupakan ujian yang sesungguhnya bagi Pemerintah untuk menunjukkan kinerja ekonominya. Kebijakan fiskal dan program prioritas Pemerintah yang disusun dalam APBN 2026, akan menjadi efek pengungkit target pertumbuhan ekonomi. Delapan agenda prioritas akan menjadi penentu laju pertumbuhan ekonomi, di tengah tantangan global, yang memerlukan pelaksanaan program yang optimal untuk mendorong ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Desain kebijakan fiskal tahun 2026 yang disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR, memiliki pendekatan yang lebih implementatif terhadap belanja langsung ke masyarakat. Dalam kebijakan fiskal tahun 2026, kebijakan belanja langsung mendapat prioritas lebih besar dibandingkan belanja tidak langsung. Dari Rp 3.842,7 triliun anggaran Belanja Negara, Pemerintah mengalokasikan anggaran langsung sebesar Rp2.070 triliun atau setara dengan 53,87%.

Sedangkan belanja tindak langsung sebesar Rp1.772,7 triliun atau setara dengan 46,13%. Anggaran belanja langsung bersumber dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.377 triliun dan dari transfer ke daerah sebesar Rp 693 triliun.

Belanja langsung melalui program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Daerah Merah Putih (KDMP), Program Keluarga Harapan (PKH), ketahanan pangan, kartu sembako dll, diharapkan akan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2026.

Selain itu, program prioritas Pemerintah tersebut diharapkan akan memberikan dampak signifikan dan multiplier effect bagi perekonomian nasional dengan menggerakkan UMKM, mendorong pertumbuhan sektor pertanian, membuka lapangan kerja, meningkatkan konsumsi domestik. Pendekatan fiskal dalam APBN tahun 2026 memberikan dampak terhadap alokasi anggaran transfer ke daerah yang mengalami penyusutan.

Dalam APBN 2026, alokasi TKD sebesar Rp 693 triliun atau mengalami penyusutan sebesar 22,36%, dibandingkan dengan alokasi TKD dalam APBN 2025 yang mencapai Rp848 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh pergeseran anggaran TKD ke belanja pusat untuk mendukung program prioritas nasional yang menyasar langsung masyarakat di daerah. Kita berharap, Pemerintah Pusat dan Daerah bisa menyelaraskan kebijakan ini menjadi inovasi dan terobosan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tantangan ekonomi tahun 2026 masih cukup tinggi. Ketidakpastian kondisi global seperti ketegangan perdagangan, gejolak geopolitik, dan perlambatan ekonomi Tiongkok serta stabilitas ekonomi Amerika Serikat. Selain itu, fluktuasi sejumlah harga komoditas utama Indonesia juga bisa menjadi risiko eksternal yang perlu terus kita wasapadai. Oleh sebab itu, menjaga stabilitas politik domestik dan bauran kebijakan fiskal-moneter yang pruden, inovatif dan berkelanjutan menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan yang lebih baik.

Di tengah perlambatan ekonomi global yang dipredeiksi oleh sejumlah lembaga Internasional, IMF, World Bank, OECD dan ADB dalam bentang 4,8% hingga 5,0%. Tapi dengan melihat sejumlah langkah dan kebijakan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi tahun 2026, kita yakin perekonomian nasional bisa tumbuh 5,4% hingga 5,6% tahun 2026. Semuanya akan sangat tergantung, bagaimana kita mengantisipasi kondisi global dan memperkuat kebijakan fiskal dan moneter untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. [Kaidah]

Oleh: Muhidin Mohamad Said, Wakil Ketua Badan Anggaran dan Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI