DPP  

Soal Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Nusron Wahid: Di Mana Nepotismenya? Yang Milih Rakyat!

Berita Golkar – Ketua DPP Partai Golkar Nusron Wahid menilai tak ada rekayasa hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Nusron juga menyinggung jika PDIP juga memiliki kader anak muda yang bisa diusung dalam Pemilu 2024.

Mulanya, Nusron mengatakan yang digugat kepada MK merupakan norma, bukan sosok Gibran Rakabuming Raka. Dia pun menilai yang diuntungkan dalam perubahan norma tersebut bukan hanya Gibran.

“Yang di sidang itu kan juga bukan Gibran. Norma. Norma undang-undang. Yang diuntungkan akibat norma undang-undang itu di mana pejabat politik yang dipilih dari hasil Pemilu baik itu kepala daerah atau anggota DPR, atau anggota DPD, anggota DPRD, kan banyak sekali tidak hanya mas Gibran,” kata Nusron di DPP Golkar, Jakarta Barat, Kamis (9/11/2023).

Nusron lantas menyinggung jika partai lain pun memiliki kader-kader berusia muda. Terutama, kata dia, PDIP memiliki banyak kader muda yang dapat dicalonkan.

“Kenapa dia nggak mencalonkan anaknya siapa begitu yang kebetulan anak muda yang menjadi anggota DPRD atau DPR kan banyak di partai-partai yang lain. Dia juga kan punya, partai-partai lain kan juga punya kepala daerah yang muda-muda,” ungkapnya.

“Ya saya katakan lah, saya sebut di sini, katakanlah teman-teman PDIP. Kan punya banyak anak muda yang di bawah 40 tahun yang nyalon kepala daerah, yang menjadi kepala daerah,” sambung dia.

Dia pun mengaku heran lantaran hanya menyebutkan Gibran saja yang diuntungkan. Padahal, menurutnya, ada kader berusia muda lainnya, seperti Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani yang juga dapat dicalonkan.

“Kenapa nggak itu dimajukan aja? Kok seakan-akan ini hanya Mas Gibran, hanya karena mereka tidak mau anak muda tampil, kita mau anak muda tampil,” paparnya.

Lebih lanjut, menurutnya tak ada rekayasa hukum yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di MK. Sebab, kata dia, hakim konstitusi tak mungkin dapat dipengaruhi.

“Kita semua sadar, ini sebetulnya nggak ada apa-apa. Tapi dibesar-besarkan saja. Nggak ada apa-apa. Ya kalau memang menganggap ini, Pak Jokowi merekayasa, rekayasanya di mana? Orang hakim-hakim itu, emang gampang 9 orang direkayasa?” jelas dia.

“Pasal 36 atau 46 itu, Undang-Undang MK 46, Undang-Undang MK mengatakan keputusan itu diatur diambil secara kolektif, bukan oleh satu orang. Kalau kemudian hanya satu orang Anwar Usman, kalau dikatakan conflict of interested, di mana? Emang dia bisa mempengaruhi yang lain? Kan juga nggak bisa,” lanjutnya.

Dia pun menilai demokrasi di Indonesia sudah sangat baik. Menurutnya, tak ada nepotisme yang dilakukan Jokowi.

“Kalau nepotisme itu, kalau presiden mengangkat menteri anaknya, nepotisme. Kalau pejabatnya itu apointed. Seorang bupati mengangkat kepala dinas atau mengangkat sekda, anaknya atau istrinya, itu namanya nepotisme,” tuturnya.

Sedangkan, kata dia, Gibran dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, menurutnya, tidak ada istilah nepotisme yang dilakukan Jokowi terhadap Gibran.

“Tapi kalau ini yang milih rakyat, yang milih ini rakyat sekali lagi, yang milih rakyat, ya biarkan rakyat, wong ini jabatan elected, nggak ada nepotisme. Nepotismenya dimana kalau elected, yang milih rakyat,” pungkas dia. {sumber}