Dengan 5.449 SNI, Menperin Agus Gumiwang Mantapkan Standarisasi Lindungi Konsumen dan Perkuat Industri

Berita Golkar – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan, akan terus memperkuat peran standardisasi sebagai salah satu instrumen penting dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Karena, melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), dapat memastikan kualitas produk dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik sekaligus bersaing di tingkat global.

“Standardisasi juga menjadi landasan bagi perlindungan konsumen, peningkatan efisiensi produksi, serta penguatan rantai pasok industri. Dengan standar yang baik, industri kita tidak hanya lebih kompetitif, tetapi juga lebih adaptif terhadap tuntutan perkembangan teknologi, lingkungan, dan perdagangan internasional,” kata Agus di Jakarta, Rabu (1/10/2025), dikutip dari SinPo.

Berdasarkan data per Juli 2025, telah disusun sebanyak 5.449 SNI dengan 136 di antaranya telah diberlakukan secara wajib. Adapun SNI yang paling banyak disusun adalah berjenis metode uji, istilah, definisi, serta ukuran, yang mencapai 43 persen dari total SNI.

“Selanjutnya adalah SNI untuk produk atau barang jadi, serta bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan standardisasi industri semakin luas, sejalan dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” ujar Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi.

Selain merumuskan dan memberlakukan SNI, BSKJI juga melaksanakan pengawasan standardisasi baik di pabrik maupun pasar. Kegiatan ini dilakukan dengan koordinasi bersama kementerian yang membidangi perdagangan, serta mencakup pengawasan terhadap Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang berperan menguji dan menerbitkan sertifikat kesesuaian.

Pada 2024, Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap 67 SNI wajib yang mencakup 113 merek di 36 provinsi. Hasilnya, 61 merek telah memenuhi ketentuan SNI, sementara 51 merek masih memiliki catatan dan temuan yang perlu ditindaklanjuti.

Dia menekankan pentingnya kerja sama lintas pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan standardisasi.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan sinergi antara industri, LPK, asosiasi, akademisi, dan kementerian/lembaga agar manfaat standardisasi benar-benar dirasakan masyarakat,” ujarnya. {}