Pileg  

Komitmen Chong Sung Kim Perjuangkan Program Kuliah Sambil Merja di Korsel Bila Duduk di DPR RI

Berita Golkar – Pemilu 2024 semakin berwarna dengan hadirnya Chong Sung Kim, caleg berdarah Korea Selatan (Korsel) yang sudah berstatus Warga Negara Indonesia sejak tahun 2013.

Pria yang akrab disapa bang Kim ini menjadi caleg dari Partai Golkar Dapil DKI Jakarta II meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri.

Apa alasan bang Kim terjun ke dunia politik, apa latar belakangnya? Kamis (11/1) lalu, Warta Kota mewawancarai bang Kim secara eksklusif di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Ketua umum Gerakan Advokasi dan Hukum Kosgoro 1957 ini mengaku ingin berbuat banyak buat Indonesia termasuk warga Jakarta.

Pemilik firma hukum Indoyang & Partners ini ingin memperjuangkan kesetaraan hukum pada masyarakat, pemerataan keadilan, perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia, dan menyiapkan kuliah sambil bekerja di Korea Selatan untuk 200 pelajar setiap tahun.

Berikut wawancara eksklusif Warta Kota dengan bang Kim bersama manajer peliputan Warta Kota Eko Priyono:

Bisa dijelaskan sejak kapan Anda mulai terlibat di dunia politik?

Mungkin saya bisa jelaskan mulai awal tinggal di Indonesia. Saya sejak September 1992 (sudah tinggal di Indonesia) berarti sudah 31 tahun 4 bulan saya hidup di Jakarta.

Awalnya saya sebagai pengusaha garmen, saya masuk sebagai manajer di sebuah perusahaan. Setelah itu saya investasi dan memulai bisnis. Sekarang saya sebagai profesinya lawyer (pengacara).

Jadi saya mulai tertarik dengan politik, karena saya ada ide dan saran. Saya sudah bicara dengan teman-teman politikus dan pejabat serta pemerintahan tapi tidak langsung ambil andil.

Maka saya pikir, saya harus masuk ke dalam sistem pemerintahan atau sistem lembaga negara. Saya sudah lepas status kewarganegaraan Korea sebelum jadi Warga Negara Indonesia (WNI), karena persyaratan mau sumpah harus lepas dulu (kewarganegaraan) baru saya sumpah jadi WNI pada tahun 2013.

Karena saya sudah cukup lama merasa bagian Indonesia dan saya suka Indonesia, cinta Indonesia.

Kenapa suka? Karena kultur sosial, kalau lihat di luar, film Korea itu kehidupan sehari-hari tergambar wajahnya tegang,serius, kurang senyum, dan ramah.

Apalagi matanya kecil, ya kalau diam seperti marah. Jadi kalau diam pasti kesannya marah dibandingkan kalau orang Indonesia itu senyum ramah. Itulah yang saya suka dan cinta Indonesia.

Makanya saya sampai segini lama saya ikuti Indonesia, sambil jalan saya merasa sudah bagian Indonesia dan saya harus buat sesuatu yang saya lakukan untuk Indonesia.

Saya selama hampir 30 tahun ini saya mempekerjakan orang Indonesia cukup banyak, sekarang coba saya ide dan pengalaman saya lebih produktif, maka saya maju jadi anggota pemerintahan atau lembaga negaranya.

Apa visi-misi bang Kim sebagai caleg DPR RI?

Karena saya setiap kali datang ke dapil, keluhannya itu semua biaya pendidikan.

Mereka hampir sudah patah semangat karena sebabnya keterbatasan ekonomi orangtua, walaupun mungkin anaknya pintar sekali punya bakat akademisi tapi tetap mereka tidak bisa lanjut karena kurang biaya dan kebanyakan orang juga sudah daftar calon beasiswa tetapi tetap ujungnya tidak dapat.

Saya pikir anak bangsa ini apabila mereka mempunyai bakat dari segi akademis saya ingin mereka maju, saya bawa mereka kuliah di Korea (Selatan/Korsel) dengan cara sambil kerja dan belajar.

Kenapa? Kalau saya bicara begitu, warga-warga di dapil saya bilangnya kok Bang Kim bisa bawa ke luar negeri.

Pasti mereka langsung bertanya, apa ini benar? Saya jelaskan kalau di Indonesia pertama biaya pendidikan cukup mahal dibandingkan Korsel, kalau Korsel biaya pendidikan enggak terlalu mahal walaupun kondisi kampusnya jauh lebih bagus tetapi biayanya jauh lebih murah.

Di sini sulitnya contoh tenaga kerja, nilai tenaga kerja mungkin empat atau lima kali lebih murah (penghasilannya) dibandingkan Korsel, tetapi biaya pendidikan lebih mahal, maka sulit di sini kerja keras pun juga hasil dari keringat untuk membayarkan kuliah sulit.

Contoh salah satunya jurusan kedokteran, sampai setahun Rp 850 juta seperti itu (pengeluarannya). Kalau di Korsel walaupun jurusannya kedokteran tak terlalu mahal (biayanya).

Jadi maka program kami sambil kerja sambil belajar di Korsel itu nyata, bukan hanya impian.

Apakah program tersebut tetap dijalankan apa pun hasil pileg di pemilu 2024 mendatang?

Tetap jalan (programnya) karena itu saya berangkatnya peduli sama rakyat di dapil saya terutama atau rakyat di Jakarta.

Jadi itu tidak ada terkait saya terpilih atau tidak terpilih, itu tetap jalan. Kami sudah mendirikan satu wadah namanya “Yayasan Bang Kim Peduli”, nanti kriteria-kriteria itu akan diumumkan di dalam website kami.

Nantinya anak-anak Jakarta bisa daftar ke sana dan kami seleksi.

Yang ingin mendaftar harus bisa bicara berbahasa Korea dan lain-lain sudah memenuhi syarat kriteria itu.

Lalu, akan proses administrasi pendaftaran apabila sudah dapat konfirmasi dari sebuah kampus di Korea, itu baru proses keberangkatan.

Kalau tidak bisa mereka nanti kami rekomendasikan dan kampus di Korea mereka nanti menentukan karena mereka ada kriteria bahasa Korea dan lain-lain sudah memenuhi syarat untuk masuk ke kampus itu baru dapat konfirmasi dan baru proses di Indonesia.

Tadi soal pendidikan, bagaimana mengenai kerja sama soal pekerjaan?

Pekerjaan itu kami ada Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepakatan dengan universitas melalui pesan Indonesia Center.

Dari situ mereka rekomendasi yang kerja sama dengan kampus itu jadi mereka di situ maksimal per minggu (kerjanya) 25 jam.

Kalau nilai dia bagus bisa dapat 5 jam bonus. Jadi maksimal per minggu bisa 30 jam kerja.

Maka dari hasil kerja itu bisa bayar biaya pendidikan di sana, terus jadi biaya asrama bisa bayar juga.

Minimum setengah tahun 4.000 dolar Amerika Serikat (penghasilannya). Nantinya juga akan ada pelatihan bahasa Korea terlebih dahulu.

Terakhir, baliho Anda tersebar banyak di Jakarta. Apakah itu termasuk strategi Anda?

Pencalegan itu kan sesuai dengan semua aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, jadi saya sudah memenuhi syarat untuk Daftar Calon Sementara (DCS), pada bulan Mei 2023, kemudian sudah memenuhi syarat sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) pada bulan Oktober dan setelah DCT baru KPU umumkan saya menjadi caleg.

Saya ikuti sesuai dengan prosedur itu, saya ikut aturan perundang-undangan yang berlaku.

Soal baliho, mungkin dari desain saya pikir begini, saya kan orang baru dan wajah baru di politik jadi bagaimana supaya warga-warga di dapil saya bisa mudah mengingat.

Saya membawa semangat baru karena semangat baru gerakannya juga baru ya.

Dengan yang tiga ini untuk rakyat, Jakarta, dan Indonesia maju.

Mungkin perbedaan dengan caleg lain, saya bikin cerita kehadiran saya dengan ceritanya.

Butuh enam baliho satu paket (di satu tempat) mungkin itu sedikit beda ya. Kalau untuk pendanaan semua dari caleg (saya) sendiri. {sumber}